Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menyatakan akan terus mengawal masalah pembayaran pembebasan lahan untuk pembangunan kupingan jalan layang atau flyover Pramuka, Jakarta Timur.
Pembebasan lahan untuk menekan kemacetan tersebut menjadi masalah lantaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta diduga melakukan kesalahan pembayaran pada tahun 2011 silam.
“Sebagai wakil rakyat, saya memediasi ini supaya bisa mendengar duduk perkaranya dan mencari jalan terbaik penyelesaiannya,” ujarnya di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (30/5).
Kasus salah bayar pembebasan lahan yang dimaksud berawal pada tahun 2002 saat Pemprov DKI membangun flyover Pramuka. Jalan layang itu untuk mengurangi kemacetan di persimpangan Jalan Pramuka dan Jalan Ahmad Yani di perbatasan Jakarta Pusat dan Jakarta Timur.
Proyek jalan layang tersebut dibarengi dengan pembangunan kupingan agar kendaraan dari Cawang bisa belok ke kiri atau ke Jalan Pramuka. Tetapi, pembangunan kupingan terhambat sekitar enam tahun karena terjadi sengketa antara dua pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan seluas 0,73 hektar di RT 12 RW 09 Kelurahan Utan Kayu Utara, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur.
Keduanya adalah Tatang, warga Cijeruk, Bogor, dan Keronih dkk, warga Utan Kayu, Jakarta Timur. Tatang telah menerima pembayaran ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp35 miliar dari Pemprov DKI pada tahun 2011. Namun, Keronih dkk menempuh jalur hukum dan melaporkan Tatang atas sangkaan menggunakan dokumen palsu.
Dokumen palsu digunakan Tatang untuk menerima pembayaran pembebasan lahan dari Pemprov DKI. Oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Tatang telah dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman enam tahun penjara. Vonis diputuskan hakim pada pertengahan Desember 2013.
Saat mediasi di DPRD DKI Jakarta, kuasa hukum ahli waris Paltak Siburian mengakui diperlukannya mediasi untuk menindaklanjuti keputusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) nomor 2935 K/PDT/2017 tertanggal 22 Desember 2017 yang menguatkan keputusan PN Jakarta Timur dan Pengadilan Tinggi DKI dan memerintahkan Pemprov DKI membayar ganti rugi.
“Kami apresiasi DPRD DKI dengan Pemprov kami apresiasi karena merespons keluhan dari warga Jakarta yang memohon penyelesaian atas apa yang telah diputuskan, diperjuangkan,” kata Paltak.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah Michael Rolandi Cesnanta Brata menampik anggapan Pemprov DKI salah bayar. Ia mengatakan, proses pembayaran ganti rugi lahan dilakukan melalui skema pembayaran melalui pengadilan atau dikenal dengan konsinyasi.
“Tadi disampaikan bahwa Pemprov salah bayar. Kalau menurut kami, tidak ada salah bayar. Karena kami mengkonsinyasi ke pengadilan saat itu. Pengadilan lah yang menyelesaikan (pembayaran). Jadi kalau dibilang salah bayar, kami tidak salah bayar. Karena kami selaku pemerintah provinsi, keputusan pengadilan sudah menunaikan,” ungkapnya.
Inspektur DKI Jakarta Syaefuloh Hidayat menambahkan, berkaitan dengan aturan dan perundang-undangan Pemprov DKI Jakarta dipastikan tidak dapat melakukan pembayaran dua kali di objek yang sama.
“Karena hal tersebut dapat menimbulkan kerugian keuangan negara dan itu berdasarkan pendapat hukum Kejaksaan Tinggi di tahun 2020 ,” tandasnya. (DDJP/bad)