‘Ketar-Ketir’

July 18, 2024 10:11 am

Para pekerja dan buruh, hampir setiap tahun menikmati kenaikan upah. Namun, kenaikan tersebut tak mampu mendongkrak kemampuan ekonomi mereka. Pasalnya di saat bersamaan, juga terjadi kenaikan harga-harga kebutuhan pokok (Sembako).

“Tidak mengherankan jika pekerja, buruh dan rakyat kecil seperti kita tetap ketar-ketir,” Sapon, buruh Pabrik Sablon buka suara.

“Ya. Untuk tahun 2024, upah di seluruh daerah di Indonesia mengalami kenaikan. Meski jumlahnya tidak besar. Di DKI Jakarta, Upah Minimun Provinsi (UMP) naik Rp165ribu dari Rp4,9 juta menjadi Rp5,06 juta. Di Tangerang, Upah Minimum Kota (UMK) naik dari Rp4,55 juta menjadi Rp4,67 juta,” Saroni menimpali.

“Yang paling besar adalah UMK Kota Bekasi yang mengalami kenaikan Rp185 ribu dari Rp5,15 juta menjadi Rp5,34 juta. Secara nasional, kenaikan upah ini ada direntang 3-5persen,” kata Herman.

“Kalau dilihat dari nominalnya sih, upah tersebut lumayan besar. Apalagi jika dibandingkan dengan kondisi 10 tahun yang lalu, yang masih Rp2 juta sampai Rp3 juta. Tetapi, upah yang ada saat ini belum mampu meningkatkan kesejahteraan buruh atau pekerja. Karena kebutuhan mereka juga meningkat tajam. Ada sejumlah buruh yang mengatakan, penghasilan mereka saat ini masih bak pepatah ‘besar pasak daripada tiang’. Hidup mereka masih dibayangi ketidakpastian alias masih ‘ketar-ketir,” kata Adam.

“Apalagi harga beras saat ini juga mengalami kenaikan cukup signifikan. Untuk harga beras medium misalnya, harganya naik dari Rp10.000 menjadi Rp12.500 per liter atau naik sebesar 12,4 persen. Itu berarti lebih tinggi dari kenaikan upahnya,” Saroni menimpali.

“Selain beras, harga kebutuhan pokok lainnya juga mengalami kenaikan cukup signifikan. Lalu di tahun ajaran baru ini, para buruh yang telah memempunyai anak usia sekolah juga terbebani biaya-biaya sekolah. Mulai dari buku, seragam sampai uang pangkal bagi yang masuk sekolah swasta. Karena masih banyak buruh atau pekerja yang keuangannya pas-pasan, upah yang mereka dapatkan habis untuk kebutuhan sehari-hari,” ujar Adam.

“Itu yang untuk kebutuhan sehari-hari. Belum lagi dengan kenaikan harga-harga sembako yang kenaikannya melebihi kenaikan upah yang mereka terima. Belum lagi untuk bayar iuran sekolah,” papar Rajiman.

“Itu pula yang saat ini aku rasakan. Karena penghasilanku pas-pasan, malah upah juga nggak naik, hatiku dibikin ketar-ketir sama istriku,” Cak Komar nyeletuk.

“Emangnya kenapa ?” tanya Herman.

“Gara-gara upahku nggak naik, aku juga ketar-ketir, jangan-jangan aku nggak boleh naik. Padahal, sudah tiga bulan puasa,” jawab Cak Komar.

“Dasar! Pikirannya ngeres melulu!” kata Herman sambil menabok bahu Cak Komar. (DDJP/stw)