Kepemimpinan di Jakarta dari Masa ke Masa

March 19, 2024 10:12 am

Dalam setiap kepemimpinan Gubernur dan DPRD Provinsi DKI Jakarta, ada jejak dalam perjalanan membangun kota. Jejak-jejak itu menjadi bagian dari perjalanan sejarah Ibu Kota yang pada 22 Juni tahun 2024 ini genap berusia 497 tahun.

“Ali Sadikin atau yang akrab disapa Bang Ali dikenal sebagai gubernur yang tegas menjadikan Jakarta setara dengan kota-kota lain di negara maju. Dikenal kopig alias keras kepala, Bang Ali diam-diam mendengar masukan dari masyarakat yang disaringnya melalui media. Di tangannya, Jakarta tumbuh menjadi kota yang tertata. Tidak melulu membangun infrastruktur dan bangunan pencakar langit sebagai sebuah kampung besar. Bang Ali membangun dan menata perkampungan dengan proyek penataan kampung Muhammad Husni Thamrin (MHT) yang mendunia” ujar Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Inggard Joshua.

Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto (1987-1992) lain lagi. Dengan slogan Bersih Manusiawi ber-Wibawa (BMW) Bang Wi, demikian sapaan akrabnya, bersama DPRD DKI Jakarta ingin menjadikan Jakarta sebagai kota yang bersih, manusia dan berwibawa.

Slogan itu, ungkap Inggard, tidak melulu untuk fisik ibukota. Tekad Wiyogo dan jajaran DPRD ingin mengembalikan citra aparat Pemprov DKI Jakarta menjadi bersih manusiawi dan berwibawa.

“Pensiunan jendral yang rajin turun ke kelurahan-kelurahan setiap akhir pekan bersama jajaran DPRD dengan mengendarai motor gede (Moge) BMW- mirip slogannya itu gerah melihat becak berkeliaran di Jakarta,” imbuh Inggard.

“Kendaraan roda tiga bertenaga manusia itu bukan saja dinilai andil memacetkan lalu lintas tetapi juga dianggap sebagai praktik pengisapan manusia atas manusia. Explotation de I’homme par I’homme,” tandas dia.

Bang Wi menghapuskan becak dari bumi Jakarta dan menjadikannya rumpon di laut Teluk Jakarta. Para pengayuh becak diberi pelatihan keterampilan melalui program alih ptofesi.

Banyak di antaranya kemudian memiliki keterampilan. Dari menukang, sopir, mekanik, bahkan kerja di bengkel. Untuk melancarkan lalu lintas dan mengutamakan angkutan umum, Bang Wi antara lain menggagas kawasan pembatasan penumpang (three in one) di Jl Thamrin-Sudirman.

Di masa Bang Wi, ketika pembangunan infrastruktur terus dilaksanakan, penataan kota pun dalam sudut pandang lain menjadi ‘penggusuran’.

“Dengan latar belakang tentara, Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso (1997-2007), juga dikenal tegas. Berkat jalinan kerja sama secara harmonis dengan DPRD DKI Jakarta, Antara lain mewujudkan bus berjalur khusus, yakni Transjakarta untuk memperbaiki angkutan umum yang bobrok dan tidak nyaman bagi masyarakat pengguna jasa angkutan umum,” ujar Ketua Umum Bamus Betawi Zainuddin.

Mantan anggota DPRD DKI Jakarta masa bhakti 2014-2019 itu menambahkan, begitu pula yang tercatat dari gubernur-gubernur DKI yang lain. Mereka memiliki kisah tersendiri.

Termasuk Gubernur Surjadi Soedirdja yang berlatar belakang tentara, sampai Fauzi Bowo (Foke-red) yang berlatar belakang arsitek.

“Di kala Ir Joko Widodo (Jokowi) menjabat gubernur DKI Jakarta (2012-2014), pembangunan infrastruktur dikebut. Penanggulangan banjir melalui normalisasi Sungai Ciliwung diimbangi dengan pembangunan rumah susun untuk merelokasi warga bantaran Kali Ciliwung yang tergusur,” kata Zainudin.

“Demikian pula penanggulangan kemacetan terus digeber. Di saat Basuki Tjahaja Purnama mengantikan Jokowi (karena terpilih sebagai presiden-red), gubernur yang akrab dipanggil Ahok itu antara lain membuka sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang trasparan, membuat para koruptor kepasahan untuk mengakali anggaran,” urai dia.

Gaya Berbeda

Di kala berusia 491 tahun, Jakarta sedang menjalani sejarah baru di bawah kepemimpinan Anies Baswedan dan Sandiaga Salahudin Uno.

Keduanya memiliki gaya kepemimpinan berbeda dengan gubernur DKI Jakarta sebelumnya. Mereka berupaya meningkatkan kewirausahaan lewat program OK-OCE, menyiapkan program perumahan DP Nol rupiah, dan integrasi antarmoda OK-Otrip.

Ketika menghadapi Pemilu 2019, Sandiaga Uno dipilih Prabowo Subianto untuk menjadi wakil presiden. Anies Baswedan memimpin Jakarta tanpa wakil gubernur.

Anies mengubah integrasi antarmoda transportasi OK-Otrip dengan JakLingko. Penataan transportasi terus dilakukan.

Antara lain dengan beroperasinya Mass Rappit Transport (MRT) dan LRT sebagai upaya Pemprov DKI Jakarta menanggulangi kemacetan.

Benarkah Jakarta yang gerah, macet, dan masyarakatnya yang individualistis, sebenarnya bukan kota menyenangkan untuk ditinggali?

Namun, gemerlap kota ibarat neon yang mendatangkan laron-laron pemburu mimpi dari berbagai daerah. Anies mengatakan, jangan halangi pendatang mengadu nasib ke ibukota.

Bahkan, mantan menteri Pendidikan dan Kebidayaan itu punya wacana untuk mengoperasionalkan kembali becak di ibukota.

Tetapi, wacana tersebut belum disetujui DPRD. Masih terjadi tarik-ulur di kalangan wakil rakyat di Kebon Sirih. (DDJP/stw/rul)