Praktik parkir liar kembali menjadi sorotan setelah video viral menunjukkan seorang warga dikenai tarif parkir hingga Rp60.000 di kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Menanggapi hal itu, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Parkir DPRD DKI Jakarta Jupiter mengecam keras kejadian tersebut.
Politisi Partai NasDem itu meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta segera bertindak tegas.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Parkir DPRD DKI Jakarta Jupiter. (dok.DDJP)
“Parkir liar ini sudah sangat meresahkan,” ujar dia, Rabu (16/4)
Jupiter mengaskan, Dinas Perhubungan melalui Unit Pengelola Perparkiran harus segera menindaklanjuti keluhan warga terkait dengan menertibkan praktik-praktik parkir liar.
Menurut dia, penertiban parkir liar harus melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Hal itu merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010.
Dalam peraturan pemerintah tersebut menegaskan bahwa Satpol PP bertugas menegakkan Perda dan menjaga ketertiban umum.
“Kalau semua pihak konsisten dan berkomitmen, sebenarnya penertiban parkir liar ini bukan hal yang sulit,” tandas dia.
Namun faktanya, sambung Jupiter, praktik ilegal itu melanggeng karena melibatkan oknum aparat.
“Bahkan, ada juga oknum Ormas di lapangan,” tegas Jupiter.
Selain merugikan warga, parkir liar juga dinilai menjadi sumber kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Jupiter menyebut, selama ini potensi pajak parkir belum maksimal.
Praktik ilegal, sambung dia, semestinya tidak terjadi lagi Ketika Jakarta akan bertransformasi menjadi kota bisnis berskala global.
“Tapi, kita masih dihadapkan pada persoalan serius seperti kebocoran PAD, salah satunya dari sektor parkir,” tegas Jupiter.
“Target pendapatan jauh dari potensi sebenarnya karena banyaknya kebocoran,” tambah dia.
Parkir liar, tegas Jupiter, merupakan salah satu penyumbang terbesar kebocoran PAD.
Untuk itu, dibutuhkan komitmen serius dari Pemprov DKI Jakarta untuk menekan kebocoran PAD.
Ketua Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta itu menyatakan, jalan raya bukanlah tempat parkir. Hal itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Jalan itu bukan untuk parkir,” sergah dia.
Maka dari itu, tutur dia, tidak ada alasan untuk membiarkan jalanan dipakai untuk parkir liar.
“Apalagi sampai mematok harga seenaknya,” kata Jupiter.
“Kalau ini dibiarkan, tidak hanya merugikan warga, tapi juga merusak wajah kota dan menciptakan ketidakpercayaan terhadap aparat,” pungkas dia. (red)