Cakupan air bersih di Jakarta hingga tahun 2023 baru mencapai 67 persen. Artinya, masih banyak rumah tidak bisa mengakses air bersih yang merupakan kebutuhan dasar.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Judistira Hermawan menilai, persoalan tersebut menjadi tantangan serius bagi Pemprov. Terlebih Jakarta akan menjadi kota Global (Global City) usai menanggalkan status ibukota.
“Ketersediaan air bersih ini perlu kita pikirkan betul. Jadi nggak business as usualy (rutinitas). Kita bicara untuk kepentingan 3,5 bahkan 10 tahun kedepan dengan status baru Daerah Khusus Jakarta (DKJ) ini sebagai satu kawasan kota global yang harus kita pikirkan,” ujar Judistira di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (30/4).
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Judistira Hermawan. (dok.DDJP)
Dia mengungkapkan, kondisi kekurangan air bersih yang dialami sebagian warga Jakarta diperparah dengan perbedaan kualitas air antarwilayah. Misalnya kualitas air di Jakarta Selatan dengan Jakarta Utara memiliki taste yang berbeda.
“Saya kira kita harus memikirkan sumber air di Jakarta dengan menambah sumber-sumber air. Kita tahu wilayah Jakarta Utara itu kualitas air beda rasa dengan kualitas air di Jakarta Barat apalagi di Jakarta Selatan. Jakarta Utara ini agak asin,” ungkap Judistira.
Oleh karena itu, lanjut dia, Pemprov DKI Jakarta segera merancang program-program 2025 di bidang penyediaan air yang dapat berdampak luas dan berkeadilan untuk seluruh warga Jakarta.
“Kita ingin di tahun 2025 ini ada peningkatan kualitas yang lebih baik dalam hal pengelolaan dan pembangunan di Jakarta. Khususnya pemerataan cakupan air bersih,” tandas Judistira. (DDJP/bad/gie)