Komisi E DPRD DKI Jakarta merekomendasikan agar Dinas Kesehatan (Dinkes) mengkaji ulang Program Penanganan Gizi Buruk (stunting).
Rekomendasi itu dibacakan Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Agustina Hermanto dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) laporan hasil konsultasi komisi terhadap Rancangan Kebijakan Umum Anggaran serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Tahun 2026.
“Komisi E mendorong kaji ulang program stunting,” ujar politisi yang akrab disapa Tina Toon, Senin (11/8).
Evaluasi tersebut terkait penyesuaian jenis makanan dan gizi yang diberikan pada anak balita melalui Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT).
Ia berharap, Program PMT dalam bentuk kudapan aman, bermutu, mengandung nilai gizi yang sesuai dengan kebutuhan, serta memperhatikan aspek keamanan pangan.
“Evaluasi jenis pangan tambahan, kebutuhan kalori, dan biaya per orang dengan besaran jumlah dan nominal berdasarkan pertimbangan yang patut dari Dinas Kesehatan,” ungkap Tina.
Politisi PDI Perjuangan itu yakin, kaji ulang program tersebut akan menurunkan angka stunting.
Pencegahan kasus stunting juga bisa dilakukan sejak anak masih didalam kandungan atau belum lahir.
Satu di antaranya, memperhatikan makanan dan pemenuhan gizi yang dikonsumsi ibu hamil.
Lalu melakukan pemeriksaan rutin, konsumsi vitamin prenatal, olahraga, dan penerapan hidup sehat.
Termasuk pula menghindari paparan asap rokok. Sehingga mencegah ibu hamil melahirkan anak stunting.
Tak sampai di situ. Setelah anak lahir, pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI (MPASI) sangat diperlukan.
ASI dan MPASI sebagai asupan gizi 1.000 hari pertama kehidupan anak harus selalu diperhatikan.
Dengan begitu, program pencegahan dan penanganan stunting sebagai prioritas dapat terlaksana optimal dan tepat sasaran. (gie/df)