Kenaikan pajak hiburan sebesar 40-75 persen masih menuai kekhawatiran bagi kalangan politisi di DPRD DKI Jakarta. Pasalnya, kebijakan itu bisa berdampak peningkatan angka pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja (PHK).
Anggota DPRD DKI Jakarta Jupiter menyatakan, kenaikan pajak hiburan tersebut akan mempengaruhi perekonomian masyarakat. Khawatirnya, terjadi peningkatan PHK massal bagi penyedia jasa.
“Masyarakat banyak yang terbantu karena adanya tempat hiburan tersebut, lalu jika pajaknya dinaikkan, tentu punya dampak yang kurang baik karena sepi pengunjung,” tandas dia dikutip dari situs resmi Nasdem Jakarta.
Seperti diketahui, pada 5 Januari 2024, Pemprov DKI Jakarta menetapkan kenaikan pajak hiburan minimal sebesar 40 persen dan maksimal 75 persen. Kebijakan tersebut sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) No. 1/2024.
Jupiter juga mengimbau agar Pemprov DKI mengkaji kembali kenaikan pajak tersebut. “Jika Perda tersebut hanya dapat menguntungan beberapa pihak saja, mungkin sebagai pemerintah terkait harus mengkaji secara menyeluruh dan melihat dampaknya secara lebih luas lagi,” tegas dia.
Sebelumnya, Anggota Komisi B (bidang perekonomian) DPRD DKI Jakarta M. Taufik Zoelkifli mengatakan, penetapan pajak hiburan sebesar 40 persen sebaiknya hanya berlaku bagi tempat hiburan kalangan atas.
Dengan kata lain, pajak 40 persen itu tidak diterapkan secara merata. “Jadi saya kira harus ditinjau ulang, artinya dicari ya pos-pos yang bisa dipajakin ya. Jadi pendapatan atau perusahaan yang memang konsumennya itu menengah ke atas,” tutur Taufik, Senin (22/1).
Ia menilai, pemberlakuan besaran pajak itu pada dasarnya membawa pengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Kota Jakarta.
Hanya saja, terdapat kekhawatiran banyak pelaku usaha yang tidak sanggup memenuhi kewajiban membayar pajak. Terutama bagi kalangan usaha menengah ke bawah. “Maksudnya yang mampu ya menengah ke atas yang high class,” tandas Taufik Zoelkifli.
Artinya, sambung dia, bagi usaha kelas menengah ke atas bisa mempertahankan usahanya. Sehingga tidak mengalami gulung tikar alias bangkrut. Sedangkan bagi usaha kelas menengah ke bawah, sebaiknya aturan pajak hiburan direvisi agar tidak berdampak penutupan tempat usaha.
Seperti diketahui, Pemprov DKI Jakarta menaikkan pajak tempat hiburan di ibukota menjadi 40 persen. Kebijakan itu mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Tertuang dalam Pasal 53 Ayat 2, besaran pajak itu berlaku untuk tempat karaoke, diskotek, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa. Kenaikan tarif pajak tempat hiburan di Jakarta itu berlaku sejak 5 Januari 2024.
Pada aturan sebelumnya, persentase pajak tempat karaoke dan diskotek hanya 25 persen. Sementera untuk kegiatan usaha panti pijat dan mandi uap atau spa sebesar 35 persen. (DDJP/rul)