Dalam rentang waktu Januari hingga April 2025, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu tercatat mengalami 67 kasus kebakaran.
Sejumlah bencana akibat amukan si jago merah itu disebabkan oleh korsleting listrik.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi A DPRD Jakarta Ali Muhammad Johan mengungkapkan rasa keprihatinan.
Pasalnya, angka kasus kebakaran masih terus meningkat.
Anggota Komisi A DPRD Jakarta Ali Muhammad Johan. (dok.DDJP)
Agar kasus kebakaran akibat korsleting listrik tidak terulang, Komisi A berencana membuat kebijakan untuk menekan kasus tersebut.
“Kami perlu melakukan rapat dan koordinasi yang serius dengan pemerintah daerah untuk menangani hal ini,” ujar Ali, Senin (5/5).
Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jakarta itu juga menyoroti pentingnya penegakan hukum dalam kasus kebakaran yang disebabkan oleh korsleting listrik.
Dalam setiap bencana kebakaran terutama yang terjadi di pemukiman padat penduduk selalu meninggalkan kisah pilu bagi korban.
“Kami mengacu pada Pasal 187 KUHP dan Pasal 308 UU 1/2023, di mana pelaku kelalaian harus diberi hukuman pidana maupun denda, sementara korban berhak mendapatkan ganti rugi,” tegas Ali.
Kebakaran tidak hanya meninggalkan dampak materi yang besar, namun angka korban yang harus mengungsi.
“Itu menjadi tolak ukur kami dengan Pemerintah Provinsi Jakarta,” ungkap dia.
Dia juga mengingatkan warga Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu untuk lebih waspada terhadap potensi kebakaran.
Terutama yang disebabkan oleh korsleting listrik.
Ali berharap, Pemprov DKI segera mengambil langkah konkret mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
“Berkaca pada data kebakaran 2024 bencana tertinggi yang terjadi di Jakarta itu kebakaran yakni total 778 kejadian,” tambah Ali.
Sebelumnya, Kepala Seksi Operasi Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu Gatot Sulaeman mengatakan, dari total 67 kejadian kebakaran, 40 di antaranya dipicu korsleting.
Sedangkan enam kasus akibat kebocoran gas, dua kasus akibat pembakaran sampah, kasus penyalaan api kembali, dan enam kasus akibat puntung rokok dibuang sembarangan.
“Serta (kasus kebakaran) faktor pemicu lain-lain dengan jumlah 11 kejadian,” ungkap Gatot, Senin (5/5 ).
Berdasarkan lokasi, jelas Gatot, kebakaran bangunan di lingkungan permukiman mencapai 28 kejadian.
Pada bangunan umum dan perdagangan sembilan kejadian, bangunan industri tiga kejadian, dan lima kejadian kendaraan bermotor.
Kemudian, sebanyak 10 kejadian di instalasi luar gedung, satu lokasi tumbuhan, satu lapak, tujuh lokasi sampah, dan tiga di lokasi kejadian lain-lain.
“Total kerugian akibat kebakaran selama Januari hingga April ini mencapai sekitar Rp18,5 miliar. Tercatat ada satu korban jiwa dan 16 luka-luka,” tukas Gatot. (red)