Anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta, Ong Yenny menegaskan masyarakat Indonesia khususnya warga Jakarta tidak perlu takut menghadapi persaingan ekonomi di kawasan ASEAN yang lebih populer dengan sebutan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Karena dari segi kuantitas dan kualitas produk kita lebih unggul dibandingkan produk negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara.
Sebagai bangsa Indonesia, kita harus punya keyakinan bahwa hasil produk kita tak kalah kualitasnya dari produk mereka. Hanya saja, masyarakat kita sering latah. Dengan membeli produk dari negara lain, akan dapat meningkatkan gengsi mereka. Padahal, kalau kita telusuri, ternyata banyak produk negara tetangga yang dipasarkan ke Indonesia ternyata hasil produk dalam negeri yang memakai label negara tetangga. Di sinilah kita dituntut lebih jeli mengamati barang-barang yang belakangan membanjiri pasar Indonesia,” papar wakil rakyat dari Fraksi PDI Perjuangan itu.
Sebagai bangsa yang bermartabat, tambahnya, kita harus cinta produk dalam negeri dalam upaya meningkatkan ekonomi rakyat Indonesia. Bagaimana pun, produk Indonesia jauh lebih berkualitas. Buktinya, cukup banyak produk kita yang diimpor negara lain.
“Cuma, hanya karena faktor ekonomi, produsen kita rela menjual hasil produk hak patennya ke luar negeri. Padahal, dengan cara itu, akan menghilangkan identitas dan hak paten mereka. Itu tidak hanya mereka jual di kawasan ASEAN, tetapi juga ke beberapa negara di kawasan Eropa dan Amerika, bahkan ke Timur Tengah. Padahal, mereka melepas hasil produknya itu dengan harga sedikit berbeda dengan harga pasar di negeri sendiri,” ujarnya.
Ong Yenny memberi contoh, banyak pabrik garment di Pusat Industri Kecil (PIK) Pulogadung, Jakarta Timur yang menjual produk dan labelnya ke luar negeri. Kondisi ini yang harus mendapat perhatian dari Pemerintah, khususnya dari Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan Provinsi DKI Jakarta.
Dia juga menuturkan pengalaman orang tuanya yang bekerja pada perusahaan kompeksi. Ternyata pemilik usaha kompeksi itu juga sering mengirim hasil produknya ke luar negeri tanpa label. Begitu barang itu kembali ke Indonesia, sudah memakai label perusahaan negara bersangkutan.
“Karena itu, kita tidak usah takut dengan MEA. Karena kita banyak memiliki keunggulan. Baik dalam bidang produksi maupun kualitas. Jadikan MEA sebagai sarana kompetisi ekonomi secara sehat. Untuk memasarkan hasil produk kita, yang tak kalah pentingnya adalah melakukan labeling terhadap hasil produk kita. Ini sangat penting sebagai jati diri bangsa dan negara, seperti yang dilakukan beberapa negara di kawasan ASEAN maupun Asia,” imbuhnya.
Jakarta, sebagai Ibu Kota Negara selain memiliki potensi besar di usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) juga memiliki potensi besar di bidang pariwisata. Karenanya, sarana ini merupakan sarana paling ideal untuk memasarkan produk dalam negeri. Melalui pasar wisata, selain kita dapat memasarkan hasil produk dalam negeri, khususnya produk UMKM juga akan mampu memberikan kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pariwisata.
“Dalam konferensi ekonomi Asia Pasifik di Bali beberapa waktu lalu disebutkan, sektor UKM memberi kontribusi 90 persen pada perekonomian dunia. Ini membuktikan bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di negeri ini sebetulnya punya andil besar dalam pemberdayaan ekonomi rakyat maupun negara. Karenanya, kita tak perlu takut menghadapi MEA,” tegasnya.
Dengan memperkuat sektor UMKM dan meningkatkan kualitas produknya, diyakini akan mampu meningkatkan perekonomian nasional di era pasar global atau MEA. Sebab, selama ini UMKM selain mampu bertahan dan tetap eksis di saat perekonomian nasional melemah. (red/sk)