Komisi A DPRD Provinsi DKI Jakarta mendorong seluruh pemerintah kota terus menggalakan penagihan kewajiban pembangunan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) dari pengembang.
Dalam rapat kerja yang digelar, Sekertaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Syarif menjelaskan, bahwa jajaran Pemkot mengalami kendala untuk menagih fasos fasum dari surat izin penunjukan peruntukan tanah (SIPPT) pengembang yang terbit di tahun 1980-an.
Penyebabnya, banyak perusahaan yang telah gulung tikar hingga tidak diketahui nasib dan kepemilikannya. Meski demikian, Komisi A mendorong agar seluruh Pemkot fokus untuk menagih kewajiban dari pengembang yang telah diterbitkan SIPPT-nya di tahun 2.000 ke atas.
“Jadi harus ditagih terus menerus. Kalau itu diuangkan sudah triliunan rupiah, bahkan ratusan triliun,” ujar Syarif di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (22/7).
Berdasarkan data tiga bulan terakhir di tahun 2019, Pemkot Jakarta Selatan telah berhasil menagih lima kewajiban fasos fasum pengembang, Jakarta Barat delapan, Jakarta Timur dua, Jakarta Pusat empat, Jakarta Utara tiga, dan Kabupaten Kepulauan Seribu dua fasos fasum.
Ketua Inspektorat DKI Jakarta Michael Rolandi mengakui faktor tidak diketahuinya kepemilikan atau bangkrutnya suatu perusahaan karena umur menjadi kendala pihaknya untuk melakukan pengawasan penagihan.
Sesuai dengan rekomendasi Komisi A, Inspektorat akan mengkaji lagi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 228 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur Nomor 41 Tahun 2001 tentang Tata Cara Penerimaan Kewajiban Dari Para Pemegang SIPPT Kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Langkah tersebut diharapkan dapat menambah kewenangan para Pemkot untuk melakukan penagihan kewajiban fasos fasum pengembang yang sudah menahun, seperti kendala yang dialami.
“Nah ini masukan rencana perubahan Pergub 228 ini tentunya disesuaikan eksisting struktur di pelaksanaannya,” tandas Michael. (DDJP/nad/oki)