Belakangan, Bang Mamat sering marah-marah kepada anak-anaknya gegara terlalu sering nge-game di HP. Sehingga, sering mangkir belajar. Berulang kali ia memperingatkan agar anak-anaknya jangan lupa belajar, tetapi tetap saja tak digubris.
Kondisi demikian membuat Bang Mamat uring-uringan.
“Anak-anakku sayang yang cantik dan ngganteng. Sudahlah, jangan main HP melulu. Belajar, biar kelak cita-cita kalian yang ingin jadi dokter atawa insinyur kelak terpenuhi,” rayu Bang Mamat penuh kasih sayang.
“Iya ayah. Tenang saja ayah. Aku lagi kontak dengan teman,” kata Didit yang duduk di bangku SMP.
“Kamu ini kalau sudah main HP lupa waktu belajar, lupa waktu makan,” kata Bang Mamat.
“Lho, ayah ini bagaimana sih. Teknologi HP kan sebagai alat berbicara manusia dengan manusia. Kemudian, teknologi berbicara dengan manusia,” jawab Didit.
“Kamu kalau dinasehati membantah melulu. Boleh-boleh saja kamu ngomong begitu, tapi ingat tugasmu untuk belajar. Ayah bisa marah nih. Saya dengar, kamu sudah beberapa kali kena strap gara-gara main HP ya,” kata Bang Mamat sambil melotot kepada anak-anaknya.
“Kenapa sih ayah suka marah-marah belakangan ini ya dik,” kata Didit pada Kartini adiknya.
“Iya. Ayah kok jadi serse ya,” kata Kartini.
“Jadi Serse ? Sejak kapan?” tanya Didit.
“Lihat saja tuh. Gara-gara jadi serse, bikin kita nggak nyaman,” kata Kartini.
“Dari tadi kamu bilang, ayah jadi serse. Kapan jadi anggota polisi yang menangani tindak kriminal?” tanya Didit.
“Bukan jadi anggota Reserse yang menangani tindak kriminal, bang,” kata Kartini.
“Maksudmu?” tanya Didit.
“Ya. Jadi Serse alias Serem Sedikit. Nggak penuh kasih sayang lagi kayak dulu,” jawab Kartini. (stw)