Inovasi, Pemprov Disarankan Bangun Sentra Budaya Betawi pada Destinasi Wisata

June 5, 2024 12:07 pm

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Pariwisata dan Ekonomi Krearif (Parekraf) harus berinovasi menghidupkan pelestarian budaya Betawi di lokasi wisata.

Tujuannya, menurut Anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta Suhud Alynudin, agar budaya Betawi dapat menarik wisatawan lokal maupun mancanegara.

“Ya memang harus kita bikin sebuah sentra budaya betawi yang ketika orang mendengar ada budaya betawi di sana, seperti yang ada di Situ Babakan di Jakarta Selatan,” ujar Suhud, beberapa waktu lalu.

Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Suhud Alynudin. (dok.DDJP)

Ia mengatakan, keberadaan sentra budaya Betawi harus dibarengi dengan situs-situs (tempat wisata-Red) yang sudah terbangun. “Kalau dulu setiap orang sebut Jakarta itu yang dikenal kan cuma Monas. Nah itu harus dikuatin,” kata Suhud.

Disparekraf DKI Jakarta, sambung Suhud, perlu meningkatkan perhatian terhadap budaya Betawi. Sehingga keberadaanya tetap terjaga dan lestari. “Nah, sekarang ini kemauan Disparekraf terlalu banyak, akibatnya nggak fokus,” tandas dia.

“Jadi memang harus fokus. Nah, ini yang belum dilakukan oleh Disparekraf. Jadi fokus apa harus dikuatin. Khusus budaya Betawi harus dikasih porsi lebih untuk campaign-nya,” tambah Suhud.

Kebudayaan Betawi merupakan bagian dari budaya nasional dan merupakan aset bangsa. Keeradaannya perlu dijaga, diberdayakan, dibina, dilestarikan, dan dikembangkan.

Sehingga budaya Betawi bisa mewujudkan masyarakat yang punya jati diri, berakhlak mulia, berperadaban, dan mempertinggi pemahaman terhadap nilai-nilai luhur budaya bangsa berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Pemprov DKI Jakarta bersama DPRD telah menelurkan Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi. Produk hukum daerah itu menunjukkan komitmen untuk menjaga, mengembangkan, dan melestarikan kebudayaan Betawi.

Perda itu juga menegaskan kewajiban setiap instansi pemerintah dan swasta untuk turut melestasikan budaya Betawi yang disebut sebagai Rencana Aksi Daerah (RAD).

Dalam beleid pasal 31 Perda Nomor 4 disebutkan, gedung yang telah ada dan yang akan dibangun milik pemerintah daerah diwajibkan pemakaian ornamen khas budaya Betawi pada bangunan publik.

Kemudian, menempatkan ornamen khas budaya Betawi pada dinding gapura/tugu yang berfungsi sebagai batas wilayah kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten.

Selanjutnya pada Pasal 34, penyelenggara tempat hiburan, hotel, restoran, biro perjalanan wajib menyediakan, memberikan souvenir Betawi kepada pengunjung.

Selanjutnya, pada minggu keempat setiap bulan, HUT Jakarta, dan Lebaran Betawi, wajib menampilkan kesenian Betawi serta menghidangkan kuliner khas Betawi.

Aturan itu diperkuat Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 229 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pelestarian Kebudayaan Betawi. Termasuk menegaskan pemberian sanksi bagi masyarakat atau pelaku usaha yang tidak menjalankan pelestarian budaya Betawi.

Dalam pasal 75 disebutkan, sanksi administratif kepada pengelola hotel dan destinasi pariwisata lainnya yang dengan sengaja tidak melakukan pagelaran kesenian Betawi secara berjadwal.

Sanksi Administratif itu berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan sementara, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan izin/tanda
daftar, dan denda administratif.

Sedangkan mekanisme penyematan ikon budaya Betawi mengacu pada Peraturan Gubernur DKI No 11 tahun 2017 tentang Ikon Budaya Betawi. Yakni ondel-ondel, kembang kelapa, ornamen gigi balang, baju sadariah, kebaya kerancang, batik betawi, kerak telor, dan bir pletok.

Ikon Budaya Betawi itu juga wajib dilestarikan oleh masyarakat, pemerintah daerah, dan swasta. Dampaknya, menumbuhkan rasa memiliki dan menanamkan kebanggaan terhadap budaya Betawi.

Selain itu, kesenian Betawi juga berpotensi sebagai sarana promosi kepariwisataan dan mendorong perkembangan industri kreatif berbasis budaya. (DDJP/apn)