Tanggal 22 Juni 2024, Kota Jakarta berusia 497 tahun. Berarti, tiga tahun lagi genap berusia 5 (lima) abad.
Sebuah perjalanan panjang telah ditempuh. Kota Jakarta sudah matang ditempa waktu dan kelak-kelok pengalaman yang telah teruji sejarah. Antara lain, menjadi Ibukota Negara Republik Indonesia selama 80 tahun.
Jakarta yang semula berstatus Daerah Khusus Ibukota (DKI), sekarang berubah menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Siap-siap menjadi kota global. Tidak lagi berstatus ibukota negara. Sebab nama status dengan menggunakan istilah Ibu Kota Nusantara (IKN) telah bergeser ke Kalimantan Timur.
Meski demikia, Jakarta tidak khawatir dengan pencopotan status tersebut. Sesuai letaknya yang strategis antara pelbagai pulau di Nusantara. Termasuk dalam hubungan dengan negara lain.
Kondisi demikian memungkinkan Kota Jakarta cepat berkembang. Jakarta akan menjadi muara dari mengalirnya pendatang dari pelbagai kota di Nusantara dan dunia.
Etnis Betawi diduga sebagai penduduk yang paling awal mendiami kawasan Jakarta sejak abad ke-2.
Dalam buku Penelusuran Sejarah Jawa Barat (Dinas Kebudayaaan Jawa Barat,1984) disebutkan, sebuah kerajaan bernama Salakanegara yang didirikan oleh Aki Tirem berdiri di tepi Sungai Warakas, Jakarta Utara.
Aki Tirem mengangkat menantunya, Dewawarman menjadi raja. Seorang pelawat Tiongkok bernama Fa Shien pada abad ke-5 mencatat kegiatan komunitas masyarakat yang mendiami daerah aliran Sungai Ciliwung.
Merekalah yang kemudian dikenal sebagai manusia Proto Melayu Betawi. Kemudian, Jakarta dihuni oleh orang Sunda, Jawa, Bali, Maluku, Melayu, dan dari daerah lain seperti Cina, Belanda, Arab, dan Portugis.
Para pendatang itu membawa adat istiadat serta tradisi budaya yang melebur sebagai identitas budaya dan kesenian.
Lain lagi dengan Bahasa Melayu dan Portugis sebagai komunitas antarpenduduk. Ini menjadikan Jakarta sebagai melting pot kebudayaan dan kesenian dari berbagai penjuru dunia dan nusantara.
Pendatang atau penghuni baru ini kemudian saling memengaruhi, melebur, dan menjadi identitas baru masyarakat Betawi atau orang Betawi.
Pengaruh atau hasil leburan tradisi dan kultur itu bisa muncul dalam bentuk seni musik. Juga dalam seni lainnya yang tak mungkin terhindarkan.
Baik dari budaya Eropa, Cina, Arab, Melayu, Sunda dan lain-lain. Beberapa pengaruh pada musik etnis ini antara lain;
– Gambang Kromong
Nama gambang kromong diambil dari alat musik gambang dan kromong. Merupakan perpaduan unsur pribumi dan Cina.
Unsur pribumi seperti gong, kempul, gendang, gong enam, kecrek,dan ningnong (kenong). Unsur Cina seperti tebyan, ogebyan, dan sukong.
Pada awalnya memang merupakan musik Cina peranakan. Namun pada awal abad ke-20, mulai diciptakan lagu dalam Bahasa Betawi.
– Gambang Rancag
Gambang rancag disebut sebagai penunjukan musik sekaligus teater. Bahkan sastra. Cerita yang dibawakan berupa pantun berkait dengan iringan musik gambang.
Pagelaran Gambang Rancag terdiri dari tiga bagian. Yaitu bagian pembukaan, lagu hiburan, dan rancag.
Setiap pemain tidak hanya harus pintar menyanyi serta hafal jalan cerita yang dibawakan.
– Gamelan Ajeng
Merupakan musik Folklor Betawi yang mendapat pengaruh dari musik Sunda. Alat musik gamelan ajeng terdiri dari krong sepuluh pencin, terompet, gendang, dua saron, bende, cemes, dan kecrek.
Kadang juga dilengkapi dua gong laki dan perempuan. Biasanya digunakan untuk memeriahkan hajatan khitanan dan perkawinan.
– Gamelan Topeng
Gamelan Topeng digunakan untuk mengiringi Topeng Betawi. Merupakan penyederhanaan dari gamelan lengkap terdiri dari rebab, sepasang gendang besar, dan kecil, ancang kenong berpencong tiga, kecrek, kempul yang digantung dan sebuah gong tahang atau gong angkong.
Gamelan topeng bisa dibawa berkeliling. Terutama pada saat perayaan Tahun Baru Masehi atau Imlek.
– Keroncong Tugu
Keroncong tugu, dahulu disebut Cafrinho Tugu. Orang komunitas Portugis (Mestizo) telah memainkan musik ini dari tahun 1661.
Pengaruh Portugis dapat diketahui dari jenis irama lagunya seperti Moresko, Frounga, Kafrinyo, dan Nina Bobo.
Keroncong Tugu berirama lebih cepat daripada keroncong pada umumnya. Irama yang lebih cepat disebabkan alat musik ukulele. Sementara keroncong Solo dan Yogya berirama lebih lambat.
Keroncong Tugu dimainkan oleh 3 sampai 4 orang pada awalnya dengan hanya tiga buah gitar. Tapi berkembang dengan penambahan suling, biola, rebana, mandolin, cello, kempul dan triangle.
– Tanjidor
Musik tanjidor diduga berasal dari Bangsa Portugis yang datang ke Batavia pda abad ke-14 sampai abad ke-16.
Ahli musik dari Belanda bernama Ernst Heinz mengatakan, tanjidor asalnya dari musik yang dimainkan oleh para budak pada masa kolonial.
Alat musik yang digunakan antara lain klarinet, piston, trombon, tenor, bas, terompet, bass, drum, tambur, simbal, dan lain-lain.
– Orkes Samrah
Samrah telah berkembang di Jakarta sejak abad ke-17, berasal dari Melayu. Kata samrah berasal dari kata samarokh ayang yang artinya berkumpul atau pesta.
Dalam kesenian Betawi, Samrah menjadi orkes samrah dan tonil samrah, ssrta tari samrah. Orkes samrah adalah ansambel musik Betawi.
Instrumen musiknya antara lain harmonium, biola, gitar, string bas, tamboorin, marakas, banyo, dan bas betot.
– Rebana
Rebana merupakan kesenian yang cukup populer di Jakarta yang berasal dari bahasa Arab, Robbana (Tuhan kami). Sebutan ini muncul karena musik ini sering muncul mengiringi lagu bernafaskan Islam.
Berdasarkan jenis alat, sumber syairnya, wilayah penyebarannya dan latar belakang sosial pendukungnya, Rebana Betawi terdiri dari beberapa nama dengan bentuk ukuran.
Fungsi masing-masing yang digunakan dalam suatu kegiatan seni atau tradisi maupun keagamaan. Antara lain, Rebana Biang, Rebana Ketimpring, dan Rebana Ngarak.
Terdapat juga Rebana Maulid, Rebana Hadrah, Rebana Dor, Rebana Kasidah, Rebana Maukhid dan Rebana Burdah.
– Rebana Gambus
Dahulu dikenal dengan nama Padang Pasir, pada tahun 1940-an. Tanpa gambus pada pesta perkawinan atau khitanan terasa kurag meriah.
Peralatan musik gambus bervariasi. Tetapi yang lebih baku terdiri dari gambus, biola, dumbuk, suling organ atau akordion, dan marawis.
Awalnya, orkes gambus dibawakan dengan lagu-lagu dan syair berbahasa Arab, untuk megiringi tarian Japin yang biasanya ditarikan oleh laki-laki secara berpasangan.
– Sampyong
Sebagai orkestra laras, sampyong merupakan musik rakyat Betawi pinggiran yang sederhana dibandingkan musik Betawi lainnya.
Diambil dari nama salah satu alat musik, yaitu sampyong, semacam kordofan bambu berdawai dua utas tali.
– Marawis
Merupakan salah satu jenis ’band tepok’ dengan perkusi sebagai alar musik utama. Ada tiga jenis. Pertama, perkusi rebana, kadang tertutup dan papan tepok.
Pelbagai seni Betawi tersebut hingga kini masih ada. Meski di antara seni-seni tersebut perkembangannya tidak seperti yang diharapkan.
Ibarat pepatah, hidup segan mati tak mau. Namun, para pemerhati, pecinta, terutama tokoh Betawi tentu terus berupaya melestarikannya dan mengembangkannya dalam nafas Jakarta Baru.
Ingin menguatkan identitas Betawi di buminya sendiri. (stw/df)