Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta menjadikan polemik penerimaan peserta didikan baru (PPDB) tahun ajaran 2020 catatan penting kepada Dinas Pendidikan.
Perlu kesepahaman informasi mengenai teknis pelaksanaan PPDB DKI tahun 2021 antara Dinas, sekolah, dan masyarakat.
“Jadi pemahaman Dinas dari atas hingga ke bawah harus satu frekuensi dulu. Karena penyampaian sekolah-sekolah kadang menerimanya tidak sama, itu bisa bikin ricuh dan bisa timbul masalah provokasi penyampaian yang belum terkonfirmasi,” ujar Rany Mauliany, Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Kamis (20/5).
Penerimaan peserta didik di tahun sebelumnya sempat menuai protes wali murid lantaran keberatan dengan adanya kriteria usia pada tahap seleksi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019 calon peserta didik baru harus memenuhi persyaratan untuk kelas satu SD berusia tujuh hingga 12 tahun, atau paling rendah enam tahun pada 1 Juli tahun berjalan.
Untuk SMP berusia paling tinggi 15 tahun pada 1 Juli tahun berjalan, dan untuk jenjang SMA/SMK berusia paling tinggi 21 tahun pada tanggal 1 Juli tahun berjalan. Sementara para orang tua siswa meminta seharusnya seleksi diberlakukan berdasarkan zonasi.
Sementara itu, Pemprov DKI baru-baru ini telah mengeluarkan Aturan mengenai PPDB 2021/2022 melalui Peraturan Gubernur Nomor 32 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru. Pergub ini disesuaikan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud RI) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan.
Aturan tersebut menerangkan PPDB untuk jenjang SMP dan SMA meliputi jalur prestasi akademik dengan kuota 18 persen, jalur prestasi non-akademik dengan kuota 5 persen, jalur afirmasi dengan kuota 5 persen, jalur zonasi dengan kuota 50 persen, dan jalur perpindahan tugas orang tua dan anak guru dengan kuota 2 persen.
Dalam aturan mengenai PPDB tahun ini, DKI kembali memasukkan kriteria usia dalam seleksi jalur zonasi bagi jenjang SMP dan SMA. Namun, kriteria usia calon peserta didik baru bukan menjadi prioritas.
Pasal 12 ayat (1) Pergub Nomor 32 Tahun 2021 menyatakan bahwa jalur zonasi ditentukan berdasarkan domisili calon peserta didik baru, yakni zona prioritas pertama, yang didasarkan dengan RT domisili calon peserta didik baru sama dengan RT lokasi sekolah.
Kemudian zona prioritas kedua, yang didasarkan dengan RT domisili calon peserta didik baru berbatasan langsung atau bersinggungan dengan RT lokasi sekolah.
Selanjutnya zona prioritas ketiga, yang didasarkan dengan kelurahan domisili CPDB sama dan atau berdekatan dengan kelurahan sekolah yang dituju.
Sementara, dalam Pasal 12 ayat (2) menyatakan bahwa jika jumlah calon peserta didik baru yang mendaftar melalui jalur zonasi melebihi daya tampung, maka dilakukan seleksi dengan urutan langkah; usia dari yang tertua ke yang termuda, pilihan sekolah, dan waktu mendaftar.
Kemudian, PPDB untuk jenjang SD Pemprov DKI mengatur jalur zonasi dengan kuota 73 persen. Jalur zonasi untuk jenjang pendidikan SD ini ditentukan berdasarkan letak domisili calon peserta didik baru dibandingkan dengan zona berbasis kelurahan.
Atas aturan teknis dalam Pergub DKI Jakarta tersebut, Rany mendorong Dinas Pendidikan lebih proaktif berkoordinasi dengan jajaran suku dinas (Sudin) hingga Kepala Sekolah tingkat dasar dan menengah hingga masyarakat untuk mengoptimalkan sosialiasi PPDB DKI 2021.
Menurutnya, langkah tersebut dapat memudahkan calon peserta didik dalam mengakses informasi secara utuh dan lengkap sebelum memilih sekolah yang akan dituju.
“Harus dimulai dari sekarang sebelum PPDB-nya mulai, karena kadang-kadang pendaftaran hari ini sosialisasinya kemarin. Kalau dari jauh hari semua bersiap diri, nanti tinggal aturan dan sistem yang mengeliminasi siapa yang masuk atau tidak, jadi tidak ada kecurigaan ini titipan siapa diskriminasi dan lain sebagainya,” ungkap Rany. (DDJP/alw/oki)