Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta meminta PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) segera melakukan terobosan untuk meraih pendapatan selain dari penjualan tiket (non-farebox).
Hal tersebut diminta sebagai salah satu upaya mengurangi beban Public Service Obligation (PSO) yang setiap tahun diberikan oleh Pemprov DKI kepada PT Transjakarta.
“Terobosan harus dilakukan, badan bus bisa dijual itu (untuk iklan), orang mau kok investasi disitu,” ujar Prasetio Edi Marsudi, Ketua DPRD DKI Jakarta, saat rapat pimpinan gabungan di gedung DPRD DKI, Kamis (12/1).
Berdasarkan catatan, dalam APBD DKI Jakarta tahun anggaran 2023, DPRD DKI Jakarta telah menyetujui penambahan PSO Rp300 miliar menjadi Rp3,5 triliun.
Ketua Komisi B DPRD DKI Ismail juga sepakat agar PT Transjakarta sesegera mungkin melakukan terobosan, selain bisa mengurangi beban PSO, jasa transportasi ini juga diharapkan dapat meningkatkan dividen yang diberikan kepada Pemprov setiap tahunnya.
“Seiring berjalan, dengan peningkatan pendapatan dari non-farebox nanti, paling tidak operasional yang selama ini masih 100% dibebankan kepada PSO bisa dikurangi, dan idealnya bisa memberikan kontribusi kepada Pemprov DKI,” ucapnya.
Di kesempatan yang sama, Direktur Pelayanan dan Pengembangan PT Transjakarta Lies Permana Lestari mengaku pihaknya sedang menggodok tiga program agar bisa mempunyai pendapatan dari non-farebox. Bahkan ia optimis tahun pertama ini dapat meraup hingga Rp600 miliar dari program tersebut.
Masing-masing yakni, melakukan branding di halte maupun di bus dengan bentuk statis ataupun digital. Lalu melakukan penamaan halte (naming rights) seperti yang telah dilakukan PT MRT Jakarta, serta menyewakan papan digital (digital signage) kepada pihak luar untuk beriklan.
“Paling terbesar dari branding bus dan halte, bisa sampai 60% dari pendapatan non-farebox kami. Untuk aset yang ada, kami juga punya digital signage 225 titik, kita akan coba sounding ke klien untuk bisa beriklan,” tandasnya. (DDJP/gie)