Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta menggelar rapat kerja bersama Dinas Pendidikan (Disdik) untuk memediasi keberatan wali murid mengenai persyaratan jalur zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2020.
Persyaratan jalur zonasi yang diprotes wali murid tertuang dalam surat keputusan Kepala Dinas Pendidikan nomor 501 tahun 2020 tentang petunjuk teknis (Juknis) penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2020-2021.
Pasalnya dalam surat keputusan tersebut diatur jatah (kuota) jalur zonasi untuk tahun ini ditetapkan hanya 40% dari daya tampung sekolah. Padahal jika mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 pasal 11 ayat dua yang berbunyi jalur zonasi paling sedikit 50% dari daya tampung Sekolah.
Dalam mediasi yang digelar Komisi E, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi meminta Disdik memberikan penjelasan secara gamblang kepada seluruh wali murid agar tidak ada kekhawatiran apabila kuota jalur zonasi diperkecil.
“Saya minta kepada Kepala Dinas untuk menjelaskan bagimana cara menseleksi orang yang akan masuk. Makanya sekarang kita diskusikan, jangan malah ada masalah baru di Jakarta mengenai pendidikan,” ujarnya di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (24/6).
Sementara, Koordinator Komisi E DPRD DKI Jakarta Zita Anjani meminta Disdik untuk meluruskan salah satu persyaratan jalur zonasi yang menggunakan kriteria usia tertua untuk diprioritaskan.
“Saya rasa orang tua siswa bisa menerima asalkan ada solusi ataupun diskresi. Jadi kita tidak perlu mengubah kuota zonasi,” ungkapnya.
Hal senada diungkapkan Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Iman Satria. Menurutnya Disdik tidak perlu mengubah kuota yang telah ditetapkan. Sebab, jika ada siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri, maka akan mendapat bantuan berupa kartu jakarta pintar (KJP) serta pembebasan biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).
“Kalau nanti kita rubah lagi, akan terjadi lagi orang yang merasa dirugikan. Kalau ada yang tidak masuk negri, masuklah ke (sekolah) swasta. Di swasta pun akan diberi keringanan-keringanan dan kita nanti akan kunci lagi dengan perda pendidikan,” ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana menjelaskan bahwa berkurangnya kuota jalur zonasi sebesar 10% karena dialihkan untuk jalur afirmasi. Dimana jalur tersebut memberikan peluang atau kesempatan untuk masyarakat bawah dan juga anak dari tenaga medis yang meninggal ketika menangani pasien Covid-19.
“Kami memberi peluang lebih untuk anak panti, anak para tenaga medis, anak pemegang KJP, anak pengemudi JakLingko, dan anak yang terdaftar dalam data terpadu kesehteraan sosial (DTKS) mendapat kesempatan belajar,” jelasnya.
Sementara persyarataan usia yang dipersoalkan dalam jalur zonasi, ditegaskan Nahdiana bukan menjadi tolak ukur yang pertama. Usia menjadi opsi ketika pendaftar jalur zonasi sudah melebihi daya tampung sekolah.
“Padahal sudah kita ulang beberapa kali di Jakarta, yakni tahun 2017, 2018, 2019 menggunakan (persyaratan) ini, dan kami tidak mengubahnya di tahun 2020,” tuturnya.
Nahdiana menjelaskan apabila ada dua calon siswa memiliki jarak tempuh yang sama dari rumah menuju sekolah, dan kapasitas tidak memadai, maka usia menjadi tolak ukur yang akan digunakan.
“Jadi tetap pakai jarak per Kelurahan, apabila kapasitas sekolah penuh, maka yang memiliki jarak tempuh sama, akan kami pertimbangkan lewat umur,” tandasnya.
Dari info yang dihimpun, berikut presentasi kuota jalur PPDB tahun ajaran 2020-2021 untuk jenjang sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) yakni jalur afirmasi sebesar 25%, jalur zonasi 40%, jalur prestasi akademik 20%, non akademik 5% dan luar DKI 5%, serta jalur pindah tugas orang tua 5%. (DDJP/gie/oki)