Guru PAUD Resah

March 7, 2025 2:31 pm

Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin menerima audiensi dari Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) DKI Jakarta di Gedung DPRD, Jumat (7/3).

Dalam pertemuan itu, Himpaudi menyampaikan aspirasi terkait kesejahteraan guru PAUD non formal.

Hal itu terkait dampak Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang mengatur efisiensi anggaran.

Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin usai menerima delegasi Himpaudi DKI Jakarta. (DDJP/rei)

 

Salah satu kekhawatiran utama yang disampaikan adalah pengurangan jumlah penerima hibah bagi guru PAUD non formal.

Sebelumnya, 7.100 guru menjadi penerima. Namun dikurangi menjadi 6.800 guru. “Ini tentu sangat miris,” ujar Khoirudin.

Menurut dia, Inpres tidak semestinya mengurangi honorarium tenaga pendidik.

Selain itu, Himpaudi juga menuntut pemberian insentif insentif sebesar Rp1,1 juta. Saat ini, guru PAUD non formal hanya menerima Rp550.000.

Sementara itu, jumlah total guru PAUD non formal di DKI Jakarta mencapai lebih dari 8.000 orang.

Koordinator Komisi C DPRD DKI Jakarta itu menegaskan, akan menyampaikan aspirasi ini kepada Dinas Pendidikan DKI Jakarta.

Sehingga, penerapan Inpres tidak menjadi alasan untuk memangkas hak para pendidik. Sebab, pemerintah harus menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama.

“Efisiensi anggaran tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kesejahteraan guru,” tegas dia.

Ketua DPW PKS DKI Jakarta itu juga menyoroti kesenjangan kesejahteraan guru PAUD non formal dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta yang kini sudah lebih dari Rp5 juta.

Khoirudin prihatin atas kondisi tersebut. “Hampir tidak ada guru PAUD non formal yang mendapatkan penghasilan sebesar itu, ” tambah dia.

Sementara itu, Ketua Himpaudi DKI Jakarta, Suryani Tholib menekankan, perjuangan utama mereka adalah peningkatan kompetensi guru PAUD.

Sehingga, guru PAUD semakin profesional dan mampu memberikan pendidikan berkualitas bagi anak usia dini.

Kini, guru PAUD non formal sudah menjalankan kewajiban sesuai standar sekolah formal.

Sayangnya, guru PAUD pernah belum diakui dalam undang-undang. Dampaknya, tidak dapat hak-hak seperti sertifikasi dan tunjangan lainnya.

“Kami mendidik anak-anak di usia emas, yang merupakan fondasi utama pendidikan. Namun, hingga kini posisi kami sebagai pendidik PAUD non formal belum setara dengan guru formal,” tandas dia.

Himpaudi berharap DPRD DKI Jakarta dapat mendorong regulasi yang lebih berpihak kepada guru PAUD non formal.

Di antaranya, peningkatan kesejahteraan dan pengakuan dalam sistem pendidikan nasional. (all/df)