Merosotnya nilai, moral dan adab anak bangsa yang kian meningkat belakangan ini menjadikan semua pihak turut prihatin. Terutama di kalangan pendidik (guru). Demikian ditegaskan Anggota DPRD DKI Jakarta Hasan Basri Umar, Rabu (24/4/2024).
Wakil rakyat dari Fraksi Partai Nasdem DPRD Provinsi DKI Jakarta itu mengemukakan, Rasulullah SAW mengatakan, kullu mauludin yuladu alal fitrah.
Dalam terjemahan bebas, setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Karena itu, menurut Hasan, tidak ada jalan terbaik untuk melahirkan generasi beradab selain dengan kembali mengikuti bagaimana Nabi Muhammad SAW mendidik.
“Bagaimana Nabi mendidik bisa dilihat dari bagaimana Allah mendidik Nabi Muhammad beserta sahabat dan umat Islam pada fase Makkah. Nasehat itu diberikan dengan kalimat yang ringkas didahului dengan perintah atau kalimat imperatif, seperti perintah, bacalah, bangkitlah, baru diikuti dengan penjelasan. Tidak seperti sekarang, di mana banyak orang tua yang lebih sering memberikan penjelasan dari pada perintah,” urai Hasan.
Pria kelahiran Tidore 24 Agustus 1956 yang pernah mejabat ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Jakarta Utara itu mengemukakan, yang tak kalah penting adalah orangtua atau guru harus bisa dipercaya dan dihormati anak-anak dengan cara berkata benar.
“Penting juga dipahami bahwa orang tua atau guru dalam Islam harus mampu berkata benar, jujur, dan apa adanya. Jangan sampai anak merengek ikut ayahnya, lalu sang ayah berkata pada sang anak. ‘Coba kamu lihat apa yang dilakukan ibumu’. Seketika, anak akan mencari ibunya, sedangkan sang ayah pergi meninggalkan anaknya. Cara itu, menjadikan anak tidak punya kepercayaan kepada orang tua (ayah). Padahal, pendidikan dalam keluarga sangat penting artinya dalam melahirkan antusiasme anak. Demikian pula di sekolah, guru juga dituntu mamput melahirkan antusiasme murid dalam memburu ilmu,” papar Hasan.
Mantan ketua Harian Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jakarta Utara itu itu menambahkan, sikap mental guru adalah penentu keberhasilan murid dalam menuntut ilmu.
Pembinaan Mental Spiritual
Ketika berbicara tentang semakin merosotnya mental dan spiritual di kalangan murid sehingga sering menimbulkan tawuran di kalangan pelajar, tindak kekerasan terhadap anak-anak sekolah seiring dengan pesatnya teknologi, Hasan Basri menyampaikan rasa prihatin yang sangat mendalam.
Tetapi untuk sekolah-sekolah yang berbasis agama, menurut Ayah dari tiga orang putra, Muhammad Taufik, Muhammad Maskur, dan Muhammad Trihadi dari perkawinannya dengan Hj Dwi Setiasih, jarang sekali terlibat tawuran dan sejenisnya.
“Khusus murid-murid yang rajinn mengikuti pengajian di Masjid aatau Mushala, tak mungkin mereka terlibat tawuran, atau melakukan tindakan tak terpuji lainnya, karena mentalnya sudah digembleng. Para pendidik tentu merasa kecolongan dengan maraknya kasus tawuran yang menimpa anak didiknya. Yang jelas, mereka yang terlibat tawuran itu tak memiliki pondasi mental yang kuat, Apalagi, pendidikan agama di sekolah. Karena mereka hanya memperoleh pelajaran agama satu jam setiap minggu. Karena itu, porsi pendidikan agama itu perlu ditambah dan menggelorakan kembali pendidikan budi pekerti,” papar dia.
Selain porsi pendidikan agama perlu ditambah sebagai upaya pembinaan akhlak, mental dan spritual, yang tak kalah pentingnya adalah minimnya figur yang berakhlak mulia yang jadi idola atau dapat dicontoh anak-anak. Figur itu bisa orang tua mereka, bisa juga guru yang mengajar mereka.
“Maaf saja, saat ini kita benar-bener krisis kepemimpinan, krisis panutan. Karena hampir setiap saat kita dihadapkan dengan tingkah polah vulgar para pemimpin, ternokrat, birokrat dan politisi, akibatnya menimbulkan krisis moral. Pesatnya perkembangan teknologi juga berpengaruh, tetapi bagi seseorang yang memiliki basic agama yang kuat, teknologi dapat memperluas wawasan, ilmu dan meningkatkan kecerdasan. Sebab, lewat teknologi seseorang juga bisa memperluas ilmu pengetahuan dan memperdalam agama. Mereka memanfaatkan teknologi sebagai pisau, karena mendalami teknologi itu banyak juga manfaatnya. Selama kita bisa menyaring, memilah dan memilihnya,” tutur dia.
Pembinaan mental spiritual, selain melalui pendidian agama, terbanyak dari lingkungan keluarga. Bagi suatu keluarga yang taat agamanya, niscaya akan melahirkan generasi yang sholeh dan sholehah. Tak cukup menyerahkan pendidikan anak kepada guru di sekolah, karena waktunya sangat terbatas.(DDJP/stw)