Guru Honorer dan Fenomena ‘Gunung Es’ Pendidikan

July 23, 2024 11:08 am

Pemberhentian atau cleansing guru honorer secara massal di Jakarta menimbulkan permasalahan pelik dunia pendidikan yang belum terselesaikan.

Bak gunung es. Pelan-pelan muncul ke permukaan. Perlahan tetapi pasti, para guru honorer akan tersingkir karena sistem pengelolaan sumber daya manusia pendidikan belum sempurna.

Andri, salah satu guru honorer SMA Negeri yang berada di Jakarta Timur, kaget bukan kepalang saat menerima pesan berantai dari Suku Dinas Pendidikan sehari sebelum tahun ajaran baru 2024 dimulai.

Hal serupa juga dialami Andrea, salah seorang guru honorer sebuah SMK di Jakarta Pusat.

“Pesan tersebut memuat tautan Google Spreadsheet berisi daftar nama guru honorer yang akan dipecat. Bahkan dalam pesan tersebut, pemerintah menggunakan diksi pembersihan (cleansing),” urai Andri.

Guru ilmu sosial yang sudah mengantongi data pokok pendidikan di sekolah swasta itu direkrut menjadi guru honorer di SMA Negeri itu sejak 2022. Kepala sekolah terkait merekrut karena kekurangan guru.

“Honornya, dibayar dari dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang besarannya bergantung dari kesepakatan dengan kepala sekolah. Itu pun pemberian honornya sering dirapel tiga bulan,” ujar Andri.

Cleansing itu diksi yang sangat hina bagi para guru honorer. Mereka manusia, bukan barang yang bisa dibersihkan. Apakah negara tidak menjamin keberadaan guru. Guru saja, tidak perlu kelas sosial di profesi guru,” tambah Andri.

Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Achmad Nawawi mengemukakan, kebijakan tersebut membuat carut-marut pikiran para guru honorer. Sebab tak bisa lagi mengajar di sekolah.

Sementara tahun ajaran baru sudah dimulai, sehingga menutup kesempatan mereka melamar kerja di sekolah swasta bersama ratusan guru honorer lainnya.

“Yang dilakukan mereka sekarang adalah memperjuangkan kembali haknya,” tandas wakil rakyat dari Fraksi Partai Demokrat itu.

Demikian pula yang dikemukakan Andrea (bukan nama sebenarnya). Guru honorer perempuan SMA Negeri di Jakarta Pusat itu tak tahu lagi harus berbuat, pasca pemutusan kontrak.

Padahal, Andrea mengaku tengah berada dalam kondisi membutuhkan biaya untuk kebutuhan anaknya yang baru berusia tiga tahun. Ironis, kini harus terkena cleansing dari profesi guru honorer.

Andrea mengungkapkan, mulai jadi guru honorer sejak 2021. Ia mengajarkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) di 18 kelas. Padahal, Andrea sebenarnya sebagai guru PPKn di enam kelas.

“Guru itu katanya pahlawan tanpa tanda jasa. Apakah memang tak ada tanda jasanya sama sekali seperti ini ?” kata Andrea setengah bertanya.

Baik Andri maupun Andrea sangat paham, menjadi sarjana pendidikan di sistem pendidikan nasional Indonesia tak akan mendatangkan kesejahteraan.

Namun, mereka memilih jalan sunyi dengan tetap menjadi guru karena kecintaan pada profesi yang seharusnya dimuliakan itu.

“Saya masih ingat ketika kontraksi mau melahirkan, saya masih mengajar, karena saya mencintai dunia pendidikan. Saya mencintai anak-anak. Saya memberikan hati saya untuk mereka,” tutur Andrea dengan nada suara terbata-bata sambil menghapus air mata yang meleleh di pipi.

Di sisi lain, Anggota Komisi E Merry Hotma dan Basri Baco mengemukakan, Andri dan Andrea bersama ratusan guru honorer lainnya merupakan korban kesemrawutan dunia pendidikan.

Kecolongan

Secara terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Budi Awaluddin mengakui, kecolongan dengan perekrutan guru honorer selama ini. Kepala sekolah tidak melalui proses rekruitmen berjenjang di tingkat dinas.

“Praktik ini sudah berjalan cukup lama. Hingga kini, terakumulasi sebanyak 4.000 tenaga guru honorer sejak tahun 2016 di lingkungan Dinas Pendidikan Jakarta. Padahal, pemerintah pusat sedang menata aparatur sipil negara (ASN), di mana tak boleh ada lagi perekrutan dan tenaga honorer aktif hingga Desember 2024,” papar Merry Hotma.

Di lain pihak, Budi Awaluddin juga menjelaskan, kelalaian ini ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta telah melanggar ketentuan Peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kenendikbudristek) Nomor 63 Tahun 2022.

Pemprov DKI Jakarta lalu menindaklanjutinya dengan cleansing massal guru honorer tanpa kompensasi apa pun.

“Hasil pemeriksaan BPK Tahun 2024, ditemukan peta kebutuhan guru honor yang tak sesuai dengan Permendikbudristek serta ketentuan sebagai penerima honor,” kata Budi Awaludddin.

Kepala Bidang Advokasi Guru dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri menilai, peristiwa di Jakarta ini adalah puncak fenomena gunung es.

Para guru honorer di beberapa daerah ‘diusir’ buntut dari amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Akibatnya, kesempatan guru honorer untuk menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) melalui seleksi calon ASN pun dikerdilkan. (DDJP/stw/df)