Sebagai kota metropolitan, DKI Jakarta sadar harus memiliki regulasi khusus untuk mengatur bangunan-bangunan yang ada sebagai upaya mengatasi masalah lingkungan global. Maka diterbitkan lah Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 38 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau.
Berdasarkan peraturan tersebut, International Financial Corporation (IFC) memperkirakan bangunan ramah lingkungan di Jakarta mencapai 60 persen pada 2030. Perhitungan ini sudah diprediksi berdasarkan timeline pembangunan green building atau bangunan hijau yang sudah dicanangkan dari 2010.
Ada beberapa aspek pembangunan green building yang sudah berjalan hingga saat ini. Tahun 2010 lalu, konsep bangunan hijau sudah diperkenalkan. Pada 2015, Excellence in Design for Greater Efficiencies (Edge) diluncurkan. Edge merupakan standar bangunan hijau yang dikembangkan untuk menentukan apakah sebuah bangunan sudah termasuk ramah lingkungan atau belum.
Berdasarkan data IFC juga, sampai tahun 2018 lalu sudah ada sebanyak 339 bangunan hijau di Jakarta yang sudah tersertifikasi Edge dengan potensi penghematan energi hingga hampir USD 90 juta.
Namun begitu, Dewan Perwakilan rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta jumlah tersebut masih terlalu sedikit. Perlu sosialisasi masif yang dilaksanakan Pemprov DKI agar konsep green buliding menjadi syarat yang harus dipenuhin investor dan pengembang ketika melaksanakan pembangunan. Gedung pemerintahan diharapkan menjadi contoh yang baik.
“Saya kira Green Building ini harusnya juga sudah tercermin di seluruh gedung-gedung pemda,” ujar Matnoor Tindoan, Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Jumat (22/11).
Matnoor menilai, setidaknya Pemprov DKI melalui Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan (CKTRP) sebagai leading sector perlu memperhatikan sejumlah aspek yang beririsan dengan konsep ramah lingkungan, seperti efisiensi energi hingga proses penataan ulang sanitasi air bersih.
Kebijakan tersebut, lanjut Matnoor, bisa dimulai dari gedung-gedung Kantor Kelurahan, Kantor Kecamatan, Puskesmas hingga gedung fasilitas umum dan sosial berkepemilikan Pemprov DKI lainnya.
“Jadi green building ini harus memperhatikan gedung-gedung pemda ada kriteria design yang jelas. Harus bisa seperti hemat energi lampu dan pengurangan pengunaan AC (Air Conditioner) yang saya kira masih bisa di efisiensi kembali, ini juga akan mendukung target efisiensi gas rumah kaca di DKI 30 persen yang ditargetkan berkurang di tahun 2030,” ungkapnya.
Berdasarkan Peraturan (Pergub) Nomor 38 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau, Bangunan Gedung Hijau adalah bangunan gedung yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien dari sejak perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pemanfaatan, pemeliharaan, sampai dekonstruksi.
Konsep bangunan hijau menjadi syarat terbitnya izin mendirikan bangunan (IMB) bagi gedung baru dan syarat terbitnya sertifikat layak fungsi (SLF) bagi gedung yang sudah berdiri. Pemprov DKI tidak akan menerbitkan IMB atau SLF untuk gedung yang tidak memenuhi konsep bangunan hijau.
Syarat bangunan hijau dalam pergub tersebut menjelaskan, persyaratan teknis bangunan gedung hijau untuk bangunan baru meliputi efisiensi energi, efisiensi air, kualitas udara dalam ruang, pengelolaan lahan dan limbah, serta pelaksanaan kegiatan konstruksi. Sementara persyaratan teknis bangunan gedung hijau untuk bangunan eksisting meliputi konservasi dan efisiensi energi, konservasi dan efisiensi air, kualitas udara dalam ruang dan kenyamanan termal, dan manajemen operasional/pemeliharaan.
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga telah mendorong seluruh gedung di Jakarta menerapkan prinsip bangunan hijau. Hal itu tertuang dalam Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara. Salah satu isi ingub itu, yakni mendorong adopsi prinsip bangunan hijau atau green building oleh seluruh gedung melalui penerapan insentif dan diinsentif.
Aturan tersebut menyebutkan, kegiatan prinsip bangunan hijau perlu koordinasikan bersama Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu mempercepat penerbitan revisi peraturan gubernur tentang bangunan hijau yang memuat ketentuan insentif dan disinsentif.
Sedangkan, misi Pemprov DKI Jakarta pada 2030 sekitar 100% bangunan baru sudah merupakan bangunan hijau, dan untuk rumah eksisting yang sudah dibangun pada 2030 ditargetkan 60% sudah menjadi bangunan hijau.
Maka dari itu, Pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mewacanakan rencana perluasan penerapan bangunan hijau dengan merevisi Pergub Nomor 38 Tahun 2012 tentang bangunan gedung hijau. Dimana, sebelumnya aturan ini hanya diwajibkan untuk bangunan besar saja, namun nanti akan diberlakukan juga bagi rumah tapak dengan luas di atas 200 m2.
Selain rumah tapak, dalam usulan revisi Pergub tersebut juga akan diatur mengenai percepatan proses melalui pengurangan beberapa item tanpa mengurangi kualitas bangunan hijau. Ambang batas yang sebelumnya berukuran 50.000 m2 dan untuk jenis bangunan komersial akan diturunkan menjadi sekitar 20.000 m2. Sedangkan, ambang batas untuk bangunan sekolah dan rumah sakit juga diturunkan, namun luasnya belum ditetapkan. (DDJP/alw/oki)