Sulastri jadi pusing tujuh keliling melihat suaminya uring-uringan setiap hari. Setiap ditanya apa masalahnya, Narto, suaminya, tidak menjawab secara jujur. Kalau pun menjawab, dengan kata-kata ’sengol’.
Padahal, dia tipe laki-laki yang penuh perhatian pada keluarga. Penuh kasih sayang dan terbuka. Karena itu, melihat perubahan sikap Narto seperti itu, Sulastri menaruh curiga, jangan-jangan suaminya punya wanita idaman lain (WIL).
Kecurigaan sepertinya wajar-wajar saja bagi seorang perempuan, apalagi Sulastri yang merupakan ibu dari tiga orang anak hasil perkawinannya dengan Narto.
“Coba kamu dekati ayahmu dan tanya perlahan-lahan, apa penyebabnya dia uring-uringan setiap hari,” ujar Sulastri pada Norma, anak tertuanya.
“Bukannya Mama yang harus bertanya. Kan Mama dan ayah nggak biasa-biasanya begitu. Baru kali ini saja Norma lihat antara Mama dan Ayah membatasi jarak. Norma sangat merindukan suasana nyaman dan humoris seperti biasanya dulu,” jawab Norma.
“Sudahlah, jangan banyak menjawab dan menolak. Ini demi kelangsungan keharmonisan keluarga. Apa,……kira-kira ayahmu punya WIL ?” nyeletuk Sulastri.
“Mama kok bilang begitu. Jangan su’uzon yang tidak-tidaklah. Ngeri kali dengernya. Apa ayah masuk tipe orang yang suka selingkuh? Perasaan Norma, ayah bukan tipe laki-laki seperti itu,” kata Norma ketus.
Karena didesak terus sama ibunya, akhirnya Norma pun mendekati ayahnya yang lagi melamun di teras rumah.
Narto agak kikuk menghadapi putrinya yang mulai berangkat dewasa itu menggelendot dipundaknya sambil mencium pipinya.
“Ada apa, Nak?” tanya Narto singkat.
“Ayah masih sayang Norma dan adik-adik kan?” tanya Norma masih menggelendot dipundak ayahnya.
“Ya,, masihlah. Kok tanyanya begitu. Kalian bak kata pepatah, Mutiara dalam hidup berkeluarga,” jawab Narto.
“Sama Mama, juga masih sayang?” tanya Norma lagi.
“Lho, memangnya kenapa. Bagi ayah, mamah itu adalah belahan jiwa ayah,” jawab Narto.
“Tapi, Kenapa belakangan ayah uring-uringan. Kesihan Mama. Mama curiga ayah punya WIL,” kata Norma.
Narto terkejut mendengar ucapan putrinya. Lalu memeluk tubuh Norma erat-erat dan mencium keningnya dan mengajak putrinya menemui Sulatri, istrinya.
“Nah, sekarang ayah sudah di hadapan Mama. Silakan Mama menyampaikan uneg-unegnya,” kata Norma di depan ibunya.
“Mama pengin tanya ayah. Kenapa belakangan ini sering uring-uringan. Jangan-jangan ayah punya WIL. Karena belakangan ayah akrab dengan Anton, si mata keranjang dan belakangan diisukan senang main judi online. Aku sangat khawatir,” kata Sulastri.
“Oooh…. itu. Aku jadi uring-uringan gara-gara KRIS,” jawab Narto.
“Kelas Rawat Inap Standar? Siapa yang dirawat ayah. Adakah keluarga ayah yang sekarang sedang dirawat di rumah sakit ?” tanya Norma kepada ayahnya.
“Tidak ada. Ini pelajaran bagi mereka yang kelak menjadi ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga alias isteri, menurut wejangan para sepuh adalah sebagai pendaringan,” tambah Narto.
“Pendaringan itu apa sih Yah,? tanya Norma tak Mengerti.
“Pendaringan itu tempat menyimpan beras atau brandkas untuk menyimpan uang. Bocor tidaknya ‘pendaringan’ itu kuncinya ada di tangan istri. Nah, kenapa belakangan ayah suka uring-uringan karena belakangan mamamu agak boros dan su’uzon yang tidak-tidak. Aku nasihati dia, tidak mau menerima. Malah menuduhku yang bukan-bukan. Gara-gara KRIS, ayah jadi uring-uringan,” tutur Narto.
“Lagi-lagi gara-gara KRIS. Maksudnya apa sih yah ?” tanya Norma.
“Karena Rupiah Isi Semua kantongku raib diambil mamamu tanpa peersetujuan dariku. Takut aku buat main judi online atau buat WIL coba, kamu perhatikan ini,” kata Narto sambil menyodorkan handphone-nya yang merekam sang istri saat menguras kantong suaminya kepada Norma.
“ Ayah..!!!!” teriak Sulastri sambil mendekap suamainya seraya menangis dan minta maaf. (DDJP/stw)