Francine Tolak Wisata Tematik Kucing di Pulau Tidung Kecil

June 2, 2025 6:16 pm

Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Francine Widjojo tegas menolak rencana Pulau Tidung Kecil di Kepulauan Seribu dijadikan tempat wisata tematik kucing.

Sebab, Pulau Tidung Kecil tersebut merupakan kawasan konservasi perairan dan kawasan strategis provinsi. Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 7 tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah.

Pasal 70 ayat 2 menetapkan kawasan konservasi perairan seluas kurang lebih 1.337 hektar di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

Meliputi, Pulau Damar Kecil, Pulau Karang Beras, Pulau Pari, Pulau Payung Besar, Pulau Payung Kecil, Pulau Tidung Besar, Pulau Tidung Kecil, dan Pulau Air.

Pada Pasal 94 ayat 1 Perda RTRW disebutkan, Kawasan Pulau Tidung Kecil juga merupakan kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

“Jadi tidak benar kalau Pulau Tidung Kecil disebut hanya masuk zona wisata dan bukan wilayah konservasi,” tegas Francine saat dihubungi, Senin (2/6).

Dalam perda yang sama disebutkan, Pulau Tidung Kecil diarahkan sebagai kawasan perlindungan biota sebagai upaya konservasi.

Francine mengatakan, kucing merupakan predator invasif yang dapat memusnahkan spesies hewan lainnya. Termasuk burung, mamalia, reptil, serangga, hingga penyu hijau maupun amfibi.

Ia menjelaskan, kucing-kucing yang hidup berdampingan dengan manusia memiliki sumber makanan yang lebih beragam dibanding di alam liar.

Jika sejumlah besar kucing dilepaskan di Tidung Kecil, Francine khawatir ekosistem di pulau tersebut akan hancur.

“Apalagi di pulau-pulau kecil yang bukan kawasan pemukiman. Kita tidak bisa menyamakan kondisi kucing di wilayah lain di Jakarta dengan jika sejumlah besar kucing dilepaskan di Pulau Tidung Kecil,” kata Francine.

Kucing liar di Jakarta, menurut Francine, diperkirakan berjumlah antara 860 ribu hingga lebih dari 1,5 juta ekor.

Oleh sebab itu, ia menilai relokasi bukan solusi jangka panjang karena kucing adalah hewan teritorial.

Jika direlokasi maka akan ada kucing-kucing pendatang baru di lokasi awal. Dalam jangka panjang dan keseluruhan justru akan menambah jumlah populasi kucing di Jakarta.

“Akibatnya jumlah keseluruhan mencapai 3 juta kucing liar di Jakarta. Selain itu, bila kucing direlokasi, bisa jadi justru bermunculan tikus-tikus yang lebih berbahaya untuk kesehatan manusia,” ujar Francine.

Untuk itu, Francine menyebut sterilisasi sebagai solusi jangka panjang dalam rangka pengendalian populasi kucing di Jakarta. Ditunjang dengan vaksinasi rabies rutin untuk menjaga Jakarta yang sudah bebas rabies selama 20 tahun terakhir.

Francine berharap, alokasi dana untuk pulau kucing dapat digunakan untuk meningkatkan layanan kesehatan hewan yang menjangkau lebih banyak warga Jakarta, baik dari segi akses, jarak, dan harga.

“Estimasi hidup kucing sehat berkisar 10-15 tahun, sehingga relokasi kucing akan menimbulkan beban pemeliharaan jangka panjang, seperti pemberian pakan, pemeliharaan, serta perawatan kesehatan dan kesejahteraannya,” tandas Francine.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung membuka opsi untuk membuka wisata pulau kucing di Pulau Seribu. Ia pun mencontohkan negara Jepang yang sudah melakukan hal tersebut. (yla/df)