Komisi A DPRD Provinsi DKI Jakarta menyoroti pelayanan publik yang masih tergolong minim pada pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) penggunaan APBD tahun anggaran 2019.
Sebagai evaluasi, Komisi A mendorong peningkatan pelayanan dari sisi serapan anggaran harus ditingkatkan mulai tahun 2020 ini. Pasalnya di sepanjang tahun 2019 penggunaan APBD DKI Jakarta belum mencerminkan peningkatan kualitas pelayanan publik.
“Secara umum serapan cukup baik, tapi yang dilihat jangan hanya serapannya, saya melihat dari sekian LKPJ yang disampaikan Gubernur kemarin sama yang tadi itu tidak tergambar kualitas peningkatan pelayanan publik,” ujar Mujiyono, Ketua Komisi A di gedung DPRD DKI Jakarta.
Dalam LKPJ, unit kerja perangkat daerah (UKPD) di tingkat kota maupun kabupaten melaporkan masing-masing realisasi penggunaan anggaran. Seperti Pemkot Jakarta Timur sebesar Rp1,33 triliun dari total APBD 2019 Rp1,40 triliun (94,68%), Pemkot Jakarta Barat sebesar Rp1,02 triliun dari total APBD 2019 Rp1,09 triliun (93,86%), dan Pemkot Jakarta Pusat sebesar Rp762,94 miliar dari total APBD 2019 Rp814,94 miliar (93,62%).
Sedangkan, Pemkot Jakarta Utara sebesar Rp759,17 miliar dari total APBD 2019 Rp834,31 miliar (90,99%),Pemkab Kepulauan Seribu sebesar Rp184,12 miliar dari total APBD 2019 Rp204,55 miliar (90,01%), dan Pemkot Jakarta Selatan sebesar Rp1,16 triliun dari total APBD 2019 Rp1,31 triliun (88,16%).
Walikota Jakarta Pusat Bayu Meghantara menjelaskan, salah satu penyebab tidak optimalnya serapan APBD di jajarannya lantaran adanya Instruksi Sekda Nomor 100 Tahun 2019 tentang Efisiensi Belanja Tahun Anggaran 2019. Salah satunya, seperti program peningkatan kantor lurah dan sarana perlengkapan yang memenuhi standar sebesar Rp66,77 juta dari total pagu APBD 2019 Rp748,85 juta dengan prosentase realisasi 8,92 persen.
“Karena adanya instruksi Sekda (100/2019) kita melakukan efisiensi di kegiatan itu. Tapi kami tetap mencarikan solusi untuk tetap melakukan kegiatan tersebut dengan renovasi kantor lurah di 3 dari 15 tempat yang perlu kita lakukan di tahun kemarin (2019),” terang Bayu.
Hal senada juga diungkapkan Wali Kota Jakarta Utara Sigit Widjatmoko. Ia mengatakan, pihaknya juga melakukan efisiensi anggaran lantaran ada kegiatan yang tidak dapat terserap akibat ada penetapan tarif pemerintah berupa jaringan Telefon Listrik dan Air (TALI) hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) sehingga realisasi tidak dapat mencapai secara penuh di level 100 persen.
“Penyerapan anggaran 2019 kita akui tidak maksimal karena ada penyesuaian anggaran (efisiensi) yang tidak terprediksi tahun 2019. Tapi kita tetap berupaya maksimal menutup kekurangan yang ada, kita memuat prognosis kepada serapan anggaran dengan melihat tahun penggunaan sebelumnya dan ditambah akan proyeksi sebesar 10%, jadi itulah yang sejauh ini kita lakukan,” terang Sigit.
Atas dasar itu Komisi A DPRD DKI Jakarta mendorong agar seluruh jajaran UKPD di Pemprov DKI Jakarta mengkomunikasikan lebih dulu penyesuaian anggaran yang berdasarkan instruksi Sekda. Menurut Mujiyono, apapun perubahan dalam nomonklatur dan struktur APBD harus melalui DPRD DKI Jakarta.
“Jadi instruksi (Sekda) itu tidak boleh melakukan eksekusi, instruksi itu hanya berupa usulan, dan persetujuan perubahan anggaran (APBD) oleh legislatif baru dilaksanakan (penyesuaian) kembali oleh eksekutif. Jadi jangan dipotong ditengah jalan lalu hilang tapi direncanakan akan dipotong, itu yang benar,” tandasnya. (DDJP/alw/oki)