Bantuan sosial bernama Kartu Lansia Jakarta (KLJ) bagi warga lanjut usia di Jakarta belum merata. Komisi E DPRD Provinsi DKI Jakarta menilai, kuota yang disiapkan Dinas Sosial terlampau kecil. Sementara seiring waktu jumlah penerima manfaat bantuan pemerintah itu terus meningkat.
Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Iman Satria merinci, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) ada sebanyak 998.039 Lansia di Jakarta. Sementara di tahun ini tercatat ada sebanyak 1,05 juta Lansia di Ibu Kota. Sementara berdasarkan evaluasi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD (P2APBD) tahun anggaran 2021, kuota KLJ yang disiapkan hanya diperuntukan bagi 107.573 jiwa. Jumlah itu pun belum berubah pada pelaksanaan kegiatan APBD tahun 2022.
“Banyak sekali lansia di DKI yang harus kita bantu, jumlahnya itu luar biasa. Kasihan masyarakatnya yang sudah mengharapkan tapi tidak mendapatkan,” ujar Iman di Grand Cempaka Bogor, Jawa Barat, Senin (29/8) malam.
Dengan kualitas tersebut, Iman menegaskan bahwa di tengah masyarakat telah terjadi kecemburuan sosial. Padahal masih banyak lansia yang tidak memiliki penghasilan tetap atau tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari yang belum terdaftar sebagai penerima manfaat dari KLJ.
“Nama tidak terdaftar karena jatahnya kurang. Misal di Cempaka Putih Barat cuma 80 orang (kuotanya). Nah dibagi setiap RW 10 orang, akhirnya pilih kasih tidak bisa dapat semua,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan Anggota Komisi E Idris Ahmad. Selain belum memenuhi kebutuhan yang diharapkan dari sisi kuantitatif, secara kualitas pencairan dana KLJ juga kerap bermasalah. Dengan demikian ia mengimbau agar pencairan dana KLJ harus tepat waktu yakni setiap bulan. Sebab seringkali Dinsos merapel dana tersebut menjadi tiga bulan sekali.
“Ketepatan waktu pemberian bantuan perlu ada langkah kongkritnya untuk perbaikan, karena sampai saat ini belum pernah saya dengar tepat waktu. Bahkan ada pendataan yang belum selesai yang mengakibatkan warga tidak menerima manfaat itu,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Premi Lasari mengaku siap untuk menambah kuota hingga dua kali lipat di tahun 2023 mendatang, namun nominal yang disalurkan kepada penerima manfaat diperkecil, yakni semula Rp600 ribu perbulan menjadi Rp300 ribu perbulan.
Premi menjelaskan, penurunan nominal sudah melewati kajian yang matang dan sudah mempertimbangkan asas kelayakan. Mengingat hingga saat ini tidak ada bantuan tunai yang diberikan Pemprov maupun Pemerintah Pusat lebih dari Rp300 ribu.
“Berdasarkan kajian kami, hasil-hasil yang kami lakukan penelitian juga bahwa tidak ada yang diatas Rp300 ribu. Seperti contoh BPNT (bantuan pangan non tunai) hanya Rp200 ribu, atensi anak yatim yang dilakukan Kemensos Rp200 ribu, BST (bantuan sosial tunai) Covid Rp300 ribu,” ucapnya.
Selain itu, Premi juga menjelaskan ada beberapa faktor yang menyebabkan ketidaktepatan waktu pencairan dana, salah satunya karena data kependudukan dan data bank tidak sesuai.
“Kami akui belum bisa melakukan ketepatan pemberian bantuan. Untuk KLJ tahap bulan Mei, Juni, Juli dan Agustus ini saja kami belum bisa merealisasikan full, karena memang ada kendala di lapangan. Kami harus menyamakan data Pergub dengan data perbankan,” tandasnya. (DDJP/gie)