Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta mengusulkan subsidi atau public service obligation (PSO) tarif moda raya terpadu (MRT) juga dapat ditanggung Pemerintah Pusat selain dibebankan Pemerintah Provinsi DKI.
“MRT Jakarta itu kan antara Pemerintah Pusat dengan kita (Pemprov DKI). Harusnya ada duduk bersama untuk pembagian alokasi subsidi (MRT) itu. Jangan sepenuhnya 100% subsidi dari DKI saja,” ujar Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik, Senin (1/4).
Tim perumusan tarif MRT Pemprov DKI sebelumya mengusulkan ke DPRD alokasi subsidi sebesar Rp672 miliar untuk tarif MRT dalam sembilan bulan ke depan. Usulan tersebut untuk menjangkau nilai subsidi sebesar Rp21.659 per penumpang. Dengan subsidi tersebut, tiap penumpang akan dikenakan tarif Rp10.000. Pemprov mengestimasikan sebanyak 65.000 penumpang MRT per hari.
Meski demikian, subsidi tersebut berpotensi menurun lantaran sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2019 tentang Tarif Angkutan Perkeretaapian ditetapkan tarif maksimal MRT rute Lebak Bulus-Bundaran HI sebesar Rp14.000. Besaran tarif tersebut akan disesuaikan perjalanan penumpang dengan tarif terendah Rp4.000.
Taufik mengatakan, DPRD DKI Jakarta hingga kini masih terus mematangkan pemberian subsidi berdasarkan pergub tersebut. Penghitungannya akan menyesuaikan dengan kemampuan APBD.
“Karena itu kita sering sekali membahas detail bagaimana pemberian subsidinya,” terangnya.
Biaya pembangunan MRT Jakarta saat ini terbagi dua antara pusat dan daerah, dengan sumber dana pinjaman Japan International Cooperation Agency (JICA). Pada pelaksanaan pembangunan MRT Fase I Lebak Bulus – Bundaran HI, Pemerintah telah mendapatkan pinjaman sebesar 123,3 miliar Yen atau setara dengan Rp14,2 triliun.
Karena ada penambahan biaya dan variation orders kontrak desain dan bangun (design and built) maka biaya membengkak menjadi Rp16 triliun.
Sedangkan pembayaran dana pinjaman tersebut dibagi menjadi dua, yaitu 51% ditanggung Pemerintah Pusat dan 49% Pemprov DKI Jakarta. Taufik menyebutkan ketika masuk ke pembahasan subsidi justru semuanya dibebankan kepada Pemprov DKI Jakarta.
DPRD bersama Pemprov DKI Jakarta sudah beberapa kali menggelar rapat untuk membahas tarif dan subsidi MRT dan LRT. Dalam rapat kerja Komisi B dan Komisi C hingga di tingkat Rapat Pimpinan Gabungan (Rapimgab), PT. MRT Jakarta melaporkan biaya-biaya yang diperlukan untuk masing-masing komponen yang membentuk tarif keekonomian, yakni biaya modal sarana sebesar Rp73,6 miliar, biaya operasional sebesar Rp490 miliar, biaya perawatan sebesar Rp4,4 miliar, dan keuntungan sebesar 10% ditaksir Rp56,9 miliar.
Pembahasan tarif MRT Jakarta mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan No 17/2018 tentang Pedoman dan Tata Cara Perhitungan dan Penetapan Tarif Angkutan Orang dengan Kereta Api.
Pasal 2 ayat (4) beleid tersebut menyebutkan bahwa tarif angkutan orang dengan kereta api yang ditetapkan Pemerintah lebih rendah dibandingkan tarif yang ditetapkan oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian, maka selisih tarif menjadi tanggung jawab Pemerintah. (DDJP/alw/oki)