DPRD Minta BPN DKI Tegas di Sengketa Lahan Tol JORR W2

March 23, 2021 4:06 pm

Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mendorong Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta melakukan trobosan dalam mengurai polemik yang terjadi pada proses ganti rugi lahan pembangunan tol Jakarta Outer Ring Road West 2 (JORR W2).

Hingga kini ganti rugi kepada Yayasan Pembela Tanah Air (YAPETA) atas pembangunan JORR W2 masih terkendala rekomendasi Kanwil BPN DKI Jakarta, meski pembebasan lahan seluas 4.875 meter persegi telah dilaksanakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sejak tahun 2014 silam. Saat ini ganti rugi Rp5,4 miliar telah dilakukan dengan proses konsinyasi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

“Kan sudah jelas yang memegang sertifikat asli Pak Tinton Suprapto, sekarang tinggal ketegasan BPN. BPN harus memiliki trobosan di persoalan ini,” ujar Prasetio saat menerima audiensi di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (23/3).

Semisal Kantor Pertanahan BPN Jakarta Selatan segera melakukan verifikasi kelengkapan dan keaslian dokumen yang dimiliki dua penggugat atas nama Sri Handayani dan Yayasan At-Taubah atas tanah tersebut.

“Sekarang sudah jelas ada yang punya dokumen dan ada yang hanya menyatakan dengan surat. Silahkan BPN bersurat pada penggugat ini, jika mereka tidak punya kekuatan hukum, maka ini harusnya bisa cepat tuntas. Selama 30 hari seharusnya BPN bisa koreksi semuanya,” tegasnya.

Dilokasi yang sama, Kepala Bidang Pengadaan Tanah BPN Jakarta Selatan Teddi Guspriadi bersedia melakukan verifikasi kelayakan dokumen dan melayangkan surat kepada dua penggugat dalam waktu dekat.

“Setelah surat dikirim, kita sepakat memberikan waktu 14 hari kepada para penggugat. Jika ingin dilanjutkan perkaranya, silahkan didaftarkan ke pengadilan saja,” ungkapnya.

Teddi juga menjelaskan masih ada kekurangan dokumen yang dimiliki Tinton sebagai Ketua YAPETA, sehingga BPN Jakarta Selatan belum bisa melepas uang ganti rugi, terlebih kedua penggugat juga memiliki surat perintah atas hibah kepemilikan tanah tersebut.

“Bahwa dalam pengambilan uang yang dititipkan ke pengadilan itu diperlukan landasan yang kuat, salah satunya tidak ada gugatan lain dan secara administratif seharusnya peralihan lahan harus berdasarkan akta hibah sesuai PP nomor 24 tahun 1997. Namun pak Tinton ini tidak memilikinya karena ini hibahnya dibawah tangan,” ungkapnya.

Meskipun tidak memiliki akte hibah, Tinton mengaku memiliki pernyataan resmi dari ahli waris, memiliki sertifikat asli, dan membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB) secara rutin.

“Saya minta BPN jangan asal menerima tuntutan orang, seleksi legalitasnya. Saya punya lengkap, sertifikat asli, keterangan hibah dari ahli waris, saya bayar PBB juga atas tanah itu, bahkan ada papan nama saya disana,” terang Tinton. (DDJP/gie/oki)