DPRD Ingin UMKM Beromzet Dibawah Rp1,3 Juta per Hari Bebas Pajak

December 1, 2023 9:41 am

Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi DKI Jakarta mendorong Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur pembebasan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang memiliki pendapatan (omzet) dibawah Rp1,3 juta perhari atau Rp500 juta per tahun.

Wakil Ketua Bapemperda DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi mengatakan, usulan tersebut perlu dipertimbangkan mengingat munculnya Pasal 43 Ayat 2 dalam Raperda yang menyebutkan pelaku UMKM bebas pajak yang omzetnya tidak lebih dari Rp1 juta perhari atau Rp360 juta per tahun.

“Jadi kita menginginkan masyarakat yang memiliki UMKM bisa berkembang dengan baik. Jadi jangan malah menambah beban pada mereka,” ujarnya di gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (30/11).

Suhaimi berharap dengan adanya aturan dalam payung hukum tersebut, pertumbuhan ekonomi para pelaku UMKM di Jakarta bisa terus meningkat, tanpa membebankan para pelaku usaha.

“Justru kalau perlu kita subsidi terus UMKM kita melalui peningkatan skill (keterampilan) dan alat-alat yang dibutuhkan. Dalam bidang ekonomi kan UMKM itu pelakunya masyarakat menengah kebawah. Jadi harus disubsisdi, jangan dibebanin lagi,” ungkapnya.

Menurut Suhaimi masih ada objek PBJT yang bisa dioptimalkan selain dari pajak UMKM, yakni keuntungan pajak layanan jasa (service) makan minum di restoran, penyedia jasa boga atau katering, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir dan jasa kesenian serta hiburan. Sebab selama ini pajak tersebut sepenuhnya masuk ke kas negara, oleh karena itu diusulkan adanya pembagian keuntungan (profit sharing).

“Saya berharap Pemerintah Pusat adil juga dalam konteks usaha yang bertempat di DKI Jakarta. Mereka (Pemprov DKI Jakarta) juga harus tahu berapa perolehan pajak PBJT-nya, kemudian DKI Jakarta juga mendapatkan porsinya begitu,” katanya.

Di kesempatan yang sama, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta Lusiana Herawati menyetujui untuk dilakukan pengecualian PBJT kepada UMKM dengan omzet kurang dari Rp500 juta per tahun.

“Semangatnya mendorong UMKM, tetapi yang dikenakan pajak masyarakat. Akhirnya kita ambil angka Rp500 juta dengan mengikuti aturan pemerintah pusat,” tuturnya.

Sementara untuk profit sharing, Lusi menjelaskan pajak service yang dikenal sebagai pajak pertambahan nilai (PPN) saat ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

“PPN itu pajak pusat. Aturannya begitu, karena enggak mungkin dong dikenakan dua pajak. Ketentuannya itu ada di Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur bahwa PPN tidak diatur daerah,” tandasnya. (DDJP/apn)