DPRD Ingin Perubahan Status Hukum Pam Jaya Utamakan Kepentingan Masyarakat

September 15, 2021 4:57 pm

Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta belum melihat objektivitas dari usulan perubahan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jaya. Perubahan status hukum PDAM menjadi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) dinilai DPRD perlu mengutamakan kepentingan masyarakat.

Untuk itu, Wakil Ketua Bapemperda DPRD DKI Jakarta Dedi Supriadi meminta PDAM mengkaji lagi naskah akademik sebagai dasar pembahasan pasal per pasal dalam usulan perubahan Perda tentang PDAM Jaya.

“Jadi cukup dipahami jika kami mengkritisi pasal per pasal itu, termasuk misalnya yang kita bahas jenis kegiatan usaha. Di dalam jenis kegiatan jenis usaha memang tidak spesifik seperti perda sebelumnya,” ujarnya di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (15/9).

Dedi menjelaskan, perubahan pasal yang dimaksud mengacu pada berdasarkan satu klausul pasal baru dalam pasal 5 ayat 1 dan pasal 5 ayat 2 dan Bab 5 tentang Kegiatan Usaha.

Rinciannya, pasal 5 ayat 1 PAM Jaya akan membangun kegiatan yang ruang lingkupnya meliputi pengembangan Sistem Perpipaan Air Minum (SPAM) melalui perpipaan non perpipaan; menyelenggaran usaha-usaha di perairminuman; menyelenggarakan usaha jasa lainnya yang menunjang kegiatan utama; serta bentuk usaha lain yang mendukung maksud dan tujuan pendirian perusahaan.

Sedangkan, dalam pasal 5 ayat 2 lebih lanjut menerangkan bahwa PAM Jaya dapat melakukan kerja sama dengan badan atau instansi lain milik pemerintah, diversifikasi usaha sebagai pengembangan perusahaan; pembentukan anak perusahaan dan/atau memiliki saham pada perusahaan lain dan pengelolaan dan pemanfaatan aset perusahaan baik berupa tanah atau bangunan.

Menurut Dedi, klausul dalam pasal 5 menjadi tolak ukur rancangan PAM Jaya yang sebelumnya telah mengusulkan perubahan modal dasar sebesar Rp2 Triliun menjadi Rp23,8 Triliun. Besaran angka tersebut ditargetkan mampu mencakup layanan kebutuhan air bersih di seluruh Ibukota dan Kabupaten Kepulauan Seribu hingga pada tahun 2030.

Karena itu, Dedi mendorong PDAM Jaya sebagai leading sektor turut melampirkan inventarisasi data yang lebih akurat untuk dievaluasi lebih lanjut. Seperti halnya, pembangunan Sistem Perpipaan Air Minum (SPAM) yang selama ini dinilai merugikan warga akibat kontrak kerja sama PAM Jaya dengan swasta yang tidak terlaksana dengan baik.

“SPAM itu adalah yang dirasa publik sesuatu yang tidak menguntungkan warga Jakarta, itu yang juga kita ingin melihat perda ini ada solusinya,” ungkap Dedi.

Sementara itu, Direktur Utama PDAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo terus memastikan bahwa klausul peningkatan cakupan layanan air bersih telah mengakomodir proyeksi cakupan layanan air bersih 2030 mendatang.

“Karena kita ingin 100 persen di tahun 2030, jadi seluruh rumah warga paling tidak akan mendapatkan akses pelayanan dan air minum perpipaan di tahun 2030,” terangnya.

Pihaknya, sambung Bambang akan segera melampirkan kajian lebih lanjut perubahan modal dasar Rp23,8 Triliun kepada Bapemperda DPRD DKI. Khususnya, terhadap kebutuhan rencana induk sistem perpipaan non-perpipaan yang akan dilampirkan kedalam butir pasal tersebut.

“Jadi kebutuhan Rp23,8 Triliun itu untuk juga sebetulnya tidak melulu dengan jaringan perpipaan, dan tidak ada kerugian yang berkaitan dengan misalnya usaha multi dari PDAM Jaya dan sebagainya,” tandas Bambang. (DDJP/alw/oki)