Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta berharap Badan Pajak Retribusi Daerah (BPRD) memperkuat fungsi pengawasan dalam proses pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Koordinator Komisi C DPRD DKI Jakarta Misan Samsuri mengatakan, tidak sedikit masyarakat yang mengeluhkan perihal mekanisme pemungutan BPHTB yang bersumber dari Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) terkesan rumit di lapangan. Menurutnya, BPRD sebagai leading sector perlu menyediakan fasilitas pengembalian dana (restitusi) dengan prosedural lebih mudah dan sederhana kepada masyarakat.
“Jadi ada contoh kasus soal PPJB seperti transaksi jual beli tanah belum dibayar lunas, sedangkan pembayaran PPJB itu misalnya jual beli yang artinya harus bisa dibayar bertahap mungkin dengan tenggang waktu tertentu. Ketika diminta bayar BPHTB itu, terlanjur sudah dibayar duluan BPHTB-nya, kembalian dananya (restitusi) itu sulit, padahal transaksi jual belinya batal ditengah perjanjian (Wanprestasi),” ujarnya, Kamis (14/11).
Karena persoalan tersebut, Misan berharap BPRD seyogyanya perlu mengevaluasi kembali alur proses pemungutan BPHTB yang lebih mutakhir. Salah satunya, dengan menghadirkan kelengkapan informasi pendataan Wajib Pajak (WP) BPHTB secara akurat.
“Jadi saya fikir ini harus juga ada koordinasi yang solid antara BPRD dengan PTSP (Dinas Penanaman Modal dan PTSP) supaya alur pembayaran BPHTB bisa lebih canggih dan lebih real time,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) Provinsi DKI Jakarta Faisal Syafruddin mengaku, bahwa proses pengembalian dana melalui restitusi yang diterapkan dalam proses pemungutan pajak telah berjalan sesuai prosedur.
“Jadi proses keringanan pajak (restitusi) ini sebenarnya cepat dan mudah, tapi data yang disampaikan kadang tidak lengkap, itu yang jadi proses lamanya di Dinas PM-PTSP,” ujarnya.
Dengan demikian, pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Penanaman Modal dan PTSP untuk mengevaluasi proses pemungutan BPHTB secara lebih transparan dan akuntabel. Sehingga, merangsang para Wajib Pajak (WP) sebagai penyetor pajak BPHTB untuk membayar secara tepat waktu.
“Kita akuin memang perlu dorong lagi bagaimana soal BPHTB ini, karena realisasinya (BPHTB) november tahun ini (2019) baru 39,2 persen yang baru kita sampaikan Rp3,7 triliun dari target Rp9,5 triliun, tentu masukan dari Komisi C akan kita perhatikan dengan sebaik-baiknya,” tandas Faisal. (DDJP/alw/oki)