DPRD Gelar Rapat Perdana Pembahasan Perubahan APBD 2019

August 12, 2019 9:36 pm

Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi DKI Jakarta menggelar pembahasan perdana Kebijakan Perubahan Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) Perubahan APBD tahun anggaran 2019, Senin (12/8).

Dalam pembahasan bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) itu, Wakil Ketua Banggar DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik meminta agar besaran postur pendapatan daerah dievaluasi ulang. Ia menilai, pendapatan daerah yang diproyeksikan sebesar Rp50,62 triliun terlampau besar lantaran banyak BUMD yang rutin mengusulkan penyertaan modal daerah (PMD).

Sementara pendapatan dalam bentuk hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan tidak mencapai target. Dimana besaran kekayaan daerah yang sebelumnya diproyeksikan mencapai Rp757,62 miliar hanya terealisasi Rp615,17 miliar atau selisih Rp142,25 miliar.

“Soal turunnya aset yang dipisahkan itu kenapa bisa terjadi? Ini BUMD-nya memang sudah tidak layak atau gimana. Kalau memang tidak layak sudah harus jadi pertimbangan kita mengakuisisi (BUMD) ini,” ujar Taufik di gedung DPRD DKI Jakarta.

Koordinator Komisi A DPRD DKI Jakarta itu menuturkan, seharusnya BUMD DKI memiliki banyak trobosan untuk mengembangkan bisnis sehingga dapat menyumbang dividen yang signifikan bagi Pemprov DKI. Meski ia juga menyadari tidak sedikit BUMD milik DKI yang fokus di bidang pelayanan publik.

“Sehingga tidak aneh juga kalau kemudian dividennya berkurang. Karena itu saya minta masalah ini dicermati kembali,” ungkap Taufik.

Di lokasi yang sama, Kepala Badan Pembina BUMD (BPBUMD) Provinsi DKI Jakarta Riyadi mengatakan, penurunan target KUPA-PPAS APBD 2019 dilakukan dalam nomenklatur pendapatan daerah disebabkan oleh sejumlah kendala. Seperti, gagalnya penyerapan anggaran sebesar Rp142 miliar oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jaya di tahun 2018. Serta, penyusutan laba perusahaan yang dialami PT Jakarta Propertindo (Jakpro) akibat pengerjaan sejumlah proyek unggulan Pemprov DKI Jakarta. Sehingga, pihaknya mengaku belum mendapat dividen yang signifikan dari kedua BUMD tersebut.

“Utamanya Jakpro ini karena perusahaan ini menangani banyak proyek, mulai dari LRT hingga Velodrome Equestrian. Itu beban depresiasinya lebih dari Rp100 miliar, jadi laba mereka terdepresiasi oleh proyek-proyek besarnya,” tandasnya. (DDJP/alw/oki)