DPRD Gandeng Ahli Matangkan Revisi Perda Tata Ruang dan Zonasi

February 11, 2021 4:55 pm

Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi DKI Jakarta mengundang sejumlah ahli tata ruang dan tata kota untuk mematangkan penyusunan perubahan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR-PZ).

Ketua Bapemperda DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan menyebut banyak masukan dan trobosan yang dapat diserap. Salah satunya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) wajib mensinergikan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dengan RDTR hingga mempersiapkan Rencana Induk Kawasan Pantai Jakarta Utara.

“Saya yakin masukan-masukan ini akan menjadi fokus kita untuk DKI di masa yang akan datang. Informasi yang kita dapatkan hari ini bisa menjadi dari bahan kita didalam melakukan pembahasan pendalaman RDTR di waktu-waktu yang akan datang,” ujarnya dalam rapat Focus Group Discussion (FGD) di gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (11/2).

Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Bapemperda DPRD DKI Dedi Supriyadi. Menurutnya, banyak masukan yang datang dari ahli tata ruang untuk menyempurnakan Perda RDTR-PZ. Khususnya, ulasan mengenai landasan sosiologis hingga landasan payung hukum yang lebih konkret.

“Aspek-aspek yang terkait reklamasi dan RTH, dan banyak angle yang merupakan isi yang memang aktual dalam pembahasan Raperda RDTR-PZ ini. Alhamdulillah Bapemperda akan menjadikan ini sebagai masukan yang penting sekali dalam pembahasan-pembahasan berikutnya,” ungkap Dedi.

Di lokasi yang sama, Pengamat Tata Ruang Universitas Trisakti Yayat Supriyatna menilai, proses perubahan tata ruang di DKI Jakarta disebabkan oleh Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah pusat yang berjalan progresif di Jakarta sebagai Ibu Kota. Karena itu, Yayat menyarankan agar Pemprov DKI lebih mensinergikan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tingkat provinsi dengan RDTR yang berlaku saat ini.

“Memang harus diakui banyak sekali perubahan karena perubahan jalur transportasi, khususnya pada angkutan umum berbasis rel. Jadi kekuatan struktur itu yang paling dominan mengapa terjadi perubahan di RDTR,” katanya.

Yayat menyarankan Pemprov DKI perlu mengkaji Teknik Pengaturan Zonasi (TPZ) yang selama ini digunakan dan diselaraskan dengan mengoptimalkan sejumlah aspek. Salah satunya, dengan pemanfaatan zona bonus dengan memanfaatkan peningkatan intensif dan disintensif Koefisien Luas Bangunan (KLB) sebagai imbalan penyediaan fasilitas publik.

“Karena pengembangan kawasan tidak berkontribusi besar, kalau sepanjang dari HI sampai ke Kota itu tidak memberikan ruang untuk dibiayai atau dikembangkan untuk kepentingan bersama seperti TOD (Transit Oriented Development). Yang menarik kalau zona bonus itu kalau bisa kita sinergikan dengan pengembangan jaringan MRT dan LRT ini luar biasa,” ungkap Yayat.

Sedangkan, Pengamat Tata Kota dan Ruang Universitas Trisakti Nirwono Joga menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta juga memperhatikan aspek regenarisir pesisir kawasan pantai Jakarta Utara. Yakni, dengan rencana penataan ruang pesisir harus dilakukan komprehensif terpadu; rencana pengembangan pulau reklamasi yang menyatakan bahwa pulau bukan menjadi daratan DKI; hingga mengkaji ulang peruntukan lahan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pantai dengan fungsi ekologis hingga sosial.

“Jadi kita harapkan Pemprov DKI bisa segera menyusun rencana induk pantai Jakarta Utara itu seperti apa,“ terangnya.

Selain itu, Nirwono juga mendorong Pemprov DKI terus mendukung target RTRW yang ditargetkan terealisasi pada 2030 mendatang. Salah satunya, dengan menambah alokasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di tengah masyarakat tanpa terkecuali seperti taman, hutan, Taman Pemakaman Umum (TPU) hingga sarana olahraga.

“Kita harapkan semangat dari RDTR ini sampai tahun 2030 (RTRW) ada penambahan ruang terbuka hijau secara signifikan,” tandasnya. (DDJP/alw/oki)