Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi DKI Jakarta menilai, pagu penuntasan kemacetan untuk tahun 2023 belum selaras dengan program dan rencana kerja yang disiapkan. Selain memahami kondisi lapangan, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) diminta menyiapkan terobosan dan strategi khusus.
Dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD tahun 2023, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyiapkan anggaran sebesar Rp8,5 triliun untuk penuntasan kemacetan Jakarta. Anggota Banggar DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menyebutkan, Dinas Perhubungan (Dishub) juga perlu mengkaji upaya mengatasi kemacetan tanpa memerlukan anggaran yang besar. Seperti contoh melakukan rekayasa lalu lintas dengan efektif.
“Tentunya kita ingin tahu rekayasa lalu lintas apa yang diterapkan dalam konteks penyesuaian alokasi anggaran,” ujarnya di Grand Cempaka Bogor, Jawa Barat, Selasa (1/11).
Di kesempatan yang sama, Anggota Banggar Taufik Zoelkifli menyarankan anggaran tersebut dapat digunakan untuk memperluas jangkauan, serta meningkatkan kualitas pelayanan, dengan begitu diharapkan pengguna kendaraan pribadi dapat beralih ke transportasi umum.
“Dengan dana Rp8,5 triliun ini saya berharap jaringan Mikrotrans dan JakLingko itu terus masuk ke dalam daerah pinggiran, daerah yang memang membutuhkan transportasi. Mudah-mudahan orang akan lebih banyak memakai itu, dan dapat mengurangi kemacetan,” ucapnya.
Anggota Banggar lainnya, Ismail mengungkapkan kekhawatirannya akan postur anggaran yang dinilai tidak cukup untuk mengatasai kemacetan secara permanen. Namun ia menegaskan, agar Pemprov berhasil meminimalisir kemacetan, maka diminta tetap memprioritaskan pengembangan teknologi artificial intelligence yang berfungsi sebagai pembuat algoritma untuk menentukan lokasi akurat perpindahan kendaraan.
“Di sini ternyata ada restruktur yang cukup signifikan ya. Saya khawatirnya upaya untuk mengatasi kemacetan ini sifatnya konvensional. Padahal kita sudah mengarahkan untuk memanfaatkan teknologi IT seperti penggunaan artificial intelligence, karena kita punya big data yang bukan sekedar mengumpulkan data, tapi bisa menghasilkan analisa,” ungkapnya.
Sementara anggota Banggar Eneng Malianasari menyampaikan bahwa saat ini penyebab kemacetan bertambah parah di sejumlah titik akibat adanya jalur sepeda. Sebab, menurutnya tren pengguna sepeda sudah mulai turun, namun Dishub terus memperpanjang jalur yang dinilai tidak efektif penggunaannya.
“Jalur sepeda yang dibangun di jalan protokol, ketimbang memperlancar mobil atau motor, justru malah memperlambat. Pada akhirnya itu jalur fungsinya enggak jelas. Sepedanya juga nggak ada, disebut jalur motor juga itu tidak boleh dilewati motor,” katanya.
Penyebab kemacetan juga diungkap Farazandi Fidinansyah, menurutnya pengerjaan jaringan utilitas membuat sejumlah jalan mengalami kerusakan dan menyebabkan lambatnya waktu tempuh karena pengendara harus berhati-hati apabila melewati jalan tersebut, sehingga terjadi titik kemacetan. Oleh karena itu, ia minta seluruh Dinas bersinergi mengatasi permasalah ini.
“Jalanan dibongkar-bongkar, akhirnya ini jadi salah satu potensi kemacetan. Tolong kerjasama Dinas Perhubungan terkait rekayasa lalu lintasnya agar semuanya tetap berjalan dengan baik,” tuturnya.
Di lokasi yang sama Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menjelaskan pihaknya akan berupaya untuk mengoptimalkan anggaran tersebut untuk menekan angka kemacetan.
“Tentunya pengembangan angkutan umum ini menjadi prioritas utama, dengan kondisi anggaran yang tersedia kami akan mendorong mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dengan mengoptimalkan intelligent transport system,” ungkapnya.
Selain itu Syafrin juga akan berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya terkait optimalisasi penegakan hukum melalui Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE), serta penyediaan lokasi Park and Ride di simpul-simpul angkutan umum massal. (DDJP/gie)