Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta mendorong Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengevaluasi pelaksanaan anggaran 2018 sebagai upaya menindaklanjuti rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Meski memberi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) DKI Tahun Anggaran (TA) 2018, BPK dalam rekomendasinya mencatatkan inventarisasi aset di DKI Jakarta yang masih lemah.
“Dewan berharap LHP APBD DKI atas Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2018 yang disampaikan pada hari ini akan menjadi perbaikan untuk segenap jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengelola anggaran yang telah alokasikan,” Ujar Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi di Gedung DPRD DKI, Rabu (15/5).
Pria yang akrab disapa Pras itu berharap Pemprov DKI segera menginventarisir kendala yang dialami selama proses penyusunan LKPD Tahun Anggaran 2018. Sehingga, rekapitulasi postur anggaran yang tersusun dalam LKPD dapat dilaporkan secara matang dan terukur di tahun anggaran berikutnya.
“Penyampaian laporan tadi kiranya eksekutif melakukan konsolidasi internal serta dapat menyelesaikan semua permasalahan tersebut sesuai jadwal yang telah ditetapkan,” ungkapnya.
Wakil Ketua BPK, Bahrullah Akbar mengatakan tanpa mengurangi keberhasilan yang telah dicapai Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI, BPK masih menemukan beberapa permasalahan. Tetapi permasalahan tersebut tidak mempengaruhi kewajaran atas penyajian laporan keuangan.
“Permasalahan tersebut adalah, temuan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern (SPI) dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Bahrullah Akbar dalam rapat paripurna penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK.
Temuan pemeriksaan tersebut diantaranya, pelaksanaan inventarisasi atas aset tetap belum selesai dan masih terdapat kelemahan dalam sistem informasi aset tetap.
Kemudian, terdapat aset fasilitas sosial dan umum (fasos dan fasum) berupa tanah yang telah diserahkan kepada Pemprov DKI namun masih dimanfaatkan oleh pengembang. Lalu, terdapat bangunan fasos dan fasum yang sudah selesai dibangun dan dimanfaatkan oleh pengembang, namun belum diserahkan kepada Pemprov DKI.
“Serta adanya dana Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Mahasiswa Unggul (KMU) masih berada di rekening penampungan (escrow) dan belum dimanfaatkan oleh penerima bantuan,” ujar Bahrullah.
Tidak hanya itu, lanjut Bahrullah Akbar. Dalam LHP terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, BPK mengungkapkan temuan antara lain penyusunan anggaran pembangunan pada dua RSUD kurang memadai yang mengakibatkan jumlah pagu dan harga perkiraan sendiri (HPS) yang ditetapkan melebihi kebutuhan.
Juga masih terdapat kekurangan volume, ketidaksesuaian spesifikasi teknis pekerjaan dan ketidakpatuhan dalam proses pengadaan belanja barang/jasa dan belanja modal. Serta keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang belum atau kurang dikenakan denda keterlambatan pada beberapa SKPD.
Berdasarkan pasal 20 UU Nomor 15 tahun 2004 mengamanatkan pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi LHP. Pejabat wajib memberikan jawaban atas penjelasan kepada BPK terkait tindak lanjut atas rekomendasi LHP selambat-lambatnya 60 hari setelah LHP diterima.
“BPK berharap pimpinan dan anggota DPRD dapat ikut memantau penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi LHP yang terdapat dalam LHP ini sesuai dengan kewenangannya,” tandas Bahrullah. (DDJP/alw/oki)