Pemanfaatan teknologi diharapkan mampu meningkatkan upaya antisipatif dan meminimalisir kerugian materil juga immaterial sebagai dampak dari bencana. Upaya tersebut diharapkan Komisi A DPRD DKI Jakarta masuk ke dalam rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) tahun 2024 mendatang.
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono menyampaikan, berdasarkan data yang dirilis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) daerah Jakarta Selatan dan Timur dilintasi lempeng bumi yang begerak. Dengan demikian, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sudah harus menyiapkan skenario sejak dini sebagai bentuk upaya mitigasi.
“Upaya antisipasi adanya gempa akibat adanya lempengan bumi itu sudah jadi aspirasi (masyarakat) waktu pembahasan anggaran tahun 2023. Kami minta diantisipasi dengan memperkuat early warning sistem,” ujarnya pada pembahasan RKPD di gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (16/2).
Menurut Mujiyono, selain BPBD Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya seperti Dinas Sosial juga perlu mengkaji dampak terburuk pasca terjadinya bencana. Dalam hal ini, Komisi A DPRD DKI Jakarta berharap adanya sinergitas kerja antar SKPD.
“Jakarta ini kota besar. Kalau nggak ada persiapan kan itu sangat disayangkan. Bukan hanya BPBD, tetapi juga institusi lain termasuk Dinsos untuk urusan logistiknya,” tegasnya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Isnawa Adji menjelaskan, tahun 2022, Jakarta mengalami efek guncangan gempa sebanyak 27 kali guncangan sekalipun titik koordinat gempa ada di luar Jakarta. Apalagi diketahui terdapat sesar baribis di Selatan Jakarta.
“Kita belajar dari kejadian di Cianjur. BNPB mengatakan, dalam tujuh detik gempa Cianjur, kerugiannya mencapai Rp7 triliun. Jakarta itu ada lebih dari 2000 bangunan bertingkat. Mulai dari tingkat empat sampai dengan yang lebih tinggi. Konstruksi tahan gempa mungkin sudah dioptimalkan di bangunan yang lebih tinggi. Tetapi yang rawan adalah rumah-rumah, bangunan-bangunan dibawah empat lantai yang tidak memadai,” ujarnya.
Belajar dari pengalaman gempa Turki, evakuasi korban berkejaran dengan waktu. Karenanya, dibutuhkan peralatan tekhnologi canggih untuk mempercepat evakuasi untuk meminimalisir korban. Misalnya alat pendeteksi panas suhu tubuh manusia, searching kamera untuk menemukan korban diantara reruntuhan, termasuk breaker untuk menjebol beton reruntuhan.
“Nah dibutuhkan peralatan yang sesuai. Peralatan yang canggih dan cepat dalam menangani korban. Saya mengusulkan walaupun tidak di BPBD, bisa juga di SKPD lain yang penting Jakarta punya peralatan itu,” ungkapnya. (DDJP/bad)