Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta memastikan akan menampung semua aspirasi yang disampaikan massa pengemudi ojek online yang menolak kebijakan jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP).
Ketua Komisi B DPRD DKI Ismail mengatakan, sebagai representasi masyarakat di pemerintahan dirinya sangat memahami ketakutan akan terimbasnya penerapan kebijakan jalan berbayar khususnya pada para pengemudi transportasi online dan kurir barang.
“Aspirasi masyarakat yang masuk baik secara langsung maupun tidak langsung, ini semua akan menjadi bahan pertimbangan kita untuk melakukan elaborasi di pembahasan pada pertemuan berikutnya,” katanya usai menemui massa pengemudi online di depan gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (25/1).
Koordinator Aksi Dani Stefanus menyampaikan dengan tegas keberatannya, sebagai salah satu contoh masyarakat yang kesehariannya bekerja di jalan terhadap tarif yang rencananya akan diberlakukan pada 25 titik kawasan pengendalian lalu lintas secara elektronik (PL2SE).
“Penerapan ERP untuk mengatasi kemacetan itu bukan solusi. Kami minta ini dibatalkan!,” ungkapnya.
Adapun rencana tarif yang akan diberlakukan untuk kendaraan roda dua mulai Rp2.000 sampai Rp8.200 dan untuk kendaraan roda empat mulai Rp5.000 sampai Rp19.900 dari pukul 05.00 hingga 22.00 WIB.
Di kesempatan yang sama, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo menjelaskan, sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa pengemudi atau pekerja ojek online tidak termasuk jenis kendaraan yang dikecualikan.
“Sesuai UU 22 itu, pengecualian hanya untuk pelat kuning, kalau angkutan online ini masih pelat hitam,” tandasnya.
Pengecualian yang dimaksud hanya untuk sepeda listrik, kendaraan berpelat kuning, kendaraan dinas operasional instansi pemerintahan, TNI, Polri, kendaraan korps diplomatik negara asing, ambulans, kendaraan jenazah dan kendaraan pemadam kebakaran. (DDJP/gie)