Komisi D DPRD DKI Jakarta menilai Dinas Lingkungan Hidup belum berhasil melakukan pengelolaan sampah yang efektif dan ideal. Hingga kini, SKPD tersebut hanya melaksanakan program kerja normatif tiap tahunnya.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Panji Virgianto mengatakan, berdasarkan serapan APBD tahun anggaran 2020, Dinas Lingkungan Hidup hanya mengeksekusi program kerja yang sama tiap tahunnya, seperti Landfill Mining Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang sebesar Rp85 miliar dari total pagu Rp91,67 miliar atau terealisasi 92,72%. Penggunaan anggaran tersebut telah direalisasikan untuk pengadaaan tanah seluas 37.809 meter persegi dengan nilai Rp72,05 miliar, optimalisasi usia pakai TPST Bantar Gebang Rp4,11 miliar, serta pengadaan 5 unit alat berat Rp8,82 miliar.
“Artinya tiap tahun nambah sampah akhirnya perlu pembebasan lahan lagi tidak menyelesaikan masalah, padahal targetnya Pemprov DKI harus bisa mengurangi jumlah sampah,” katanya di Gedung DPRD DKI, Selasa (9/3).
Sehingga, lanjut Panji, Pemprov DKI melalui Dinas LH segera merealisasikan pemanfaatan Intermediate Treatment Facility (ITF) yang seharusnya sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022. Dimana, penggunaan ITF kini sangat dibutuhkan agar proses pemilahan hingga pengolahan sampah dapat dilakukan secara mandiri oleh Pemprov DKI.
“Harapan kita jangan menyelesaikan sampah yang bagi kita itu bisa selesai padahal menguranginya tidak. Mengurangi itu lewat bukan penambahan lahannya tetapi adalah mengurangi jumlah sampah dengan mendirikan ITF dianjurkan, karena dibantu dengan bank sampah juga tidak mendorong dan penghancuran menjadi pupuk juga tidak menyelesaikan masalah,” sambung Panji.
Hal senada juga diungkapkan Anggota Komisi D DPRD DKI Muhayar RM. Menurutnya, Dinas LH perlu mengevaluasi hingga menginventarisasi pelaporan data okupansi sampah rumah tangga yang berada di TPST Bantar Gebang Jawa Barat.
“Perlu dievaluasi dari tahun ke tahun ini berapa produk sampah yang kita buang ke Bantar Gebang bertambah atau tidak. Artinya kalau sudah bertambah terus buang sampah di Bantar Gebang artinya program (landfill mining) itu tidak berhasil, sebab sampah di sumber itu banyak dari rumah tangga,” terangnya.
Karena itu, ia juga berharap agar pembangunan ITF dapat segera di realisasikan guna menggantikan peran TPST Bantar Gebang yang kini hanya berfokus kepada pembangunan instalasi pengolahan sampah berkonsep landfill mining. Dimana, konsep tersebut dianggap hanya sebatas mempertahankan usia dari eksistensi TPST Bantara Gebang sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah rumah tangga dari warga Jakarta.
“Jadi kalau hanya sebatas mengandalkan Bantar Gebang pembebasan lahan terus teknologi landfill dan itu juga kita libatkan tanah di luar Jakarta. Saya himbau segera agar sampah dengan teknologi (ITF) bisa dikembangkan,” ungkap Muhayar.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup Syarifudin meyakini bahwa konsep pembangunan Landfill Mining yang dikaji pihaknya sejak 2018 disinyalir mampu menanggulangi situasi krisis dan kondisi volume sampah yang terus meningkat di TPST Bantar Gebang. Sedangkan, perencanaan pembangunan Refused Derived Fuel (RDF) akan menghasilkan energi alternatif terbarukan yang lebih ramah lingkungan.
“Saat ini sampah kita fluktuatif, satu hari itu berada di posisi 7.500 ton per hari. Jadi disana ketersediaan lahan juga sudah mulai terbatas setelah 30 tahun digunakan. Jadi pembangunan RDF Plan dan Landfill Mining disana adalah satu kebutuhan bukan keinginan dimana kebutuhan bagaimana mengelola sampah ini secara bijak,” terangnya.
Pasalnya menurut Dinas LH, lanjut Syaripudin, Pemprov DKI juga perlu bertanggung jawab atas pemulihan lingkungan TPST Bantar Gebang Jawa Barat yang sudah lama digunakan menjadi Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sehingga, dampak jangka panjang dari lokasi pengolahan sampah yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat sekitar dapat dikendalikan secara lebih baik.
“Karena sampah disana totalnya sudah 50 juta ton karena sekian puluh tahun berada disana, tinggi sampah sudah di posisi 40 meter itu yang mau kita tambang (landfill mining) yang lama. Selain itu sampah akan menjadi waste to energy, yaitu sampah menjadi energi salah satunya dengan melakukan pembakaran akan menjadi thermal dan menjadi listrik,” tandasnya. (DDJP/alw/oki)