Dinas KUKMP Didorong Kaji Kelayakan Lokasi PKL

January 31, 2020 1:15 pm

Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta meminta Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah, dan Perdagangan (KUKMP) mengkaji lokasi yang tepat dan layak bagi para pedagang kaki lima (PKL).

Sekretaris Komisi B DPRD DKI Jakarta Pandapotan Sinaga mengatakan, sejauh ini Pemprov DKI melalui Dinas KUKMP dan Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Pusat berencana menempatkan PKL di trotoar sepanjang Jalan Kramat Raya sampai dengan Jalan Salemba Raya. Kebijakan itu pun kabarnya akan dipayungi Peraturan Gubernur (Pergub).

Pandapotan menilai kebijakan tersebut tidak tepat. Selain bukan peruntukannya, ia menyebut trotoar bukan lokasi yang layak buat para PKL.

“Lebih baik cari lahan yang tepat, kita juga memiliki banyak pasar, karena itu juga kita minta pasar-pasar yang ada direvitalisasi agar lebih nyaman. Kita sangat mendukung PKL dan UKM, tapi tolong di tata ditempat yang layak, jangan di trotoar,” ujarnya, Jumat (30/1).

Pandapotan juga menjelaskan bahwa alasan Pemprov DKI merevitalisasi trotoar adalah untuk memberi rasa nyaman kepada pejalan kaki dan tidak pernah membahas penempatan UKM atau PKL disana.

“Kalau memang UKM dan PKL mau ditempatkan di trotoar, harusnya dalam pembahasan itu diberi tahu biar kita pertimbangin juga. Takutnya nanti fungsi awal trotoar yang harusnya untuk pejalan kaki jadi berubah total,” ungkapnya.

Sementara Anggota Komisi B DPRD DKI, Eneng Malianasari tak yakin Pemprov dapat menata para UKM dan PKL dengan baik jika diizinkan berjualan diatas trotoar. Meskipun Pemprov sempat menjelaskan bahwa pemberian izin berjualan hanya diperbolehkan di trotoar yang lebarnya lebih dari lima meter dan dibatasi pada jam operasional tertentu saja.

“Kalaupun nanti ada pengaturannya, saya pesimis pelaksanaannya bisa optimal. Selama inikan trotoar yang ada PKL selalu terlihat semrawut. Ini menunjukkan walaupun ada pengaturan apapun akan sulit menertibkan PKL,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, krtitiknya tersebut bukan karena tak mendukung pengembangan usaha kecil. Justru sebaliknya, usaha kecil harus terus didorong dan difasilitasi sebagai aktivitas ekonomi rakyat.

“Justru rencana ini justru bisa berpotensi menyulitkan pelaku PKL sendiri. Sebab, ada klausul dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan, pasal 274 dan 275, yang memberi ancaman pidana dan sanksi kepada pihak yang menggunakan trotoar untuk keperluan pribadi sehingga menganggu pejalan kaki,” ungkapnya.

Dengan demikian, Eneng menyarankan agar Pemprov menyediakan lokasi binaan khusus untuk para UKM dan PKL agar lebih mudah bagi Pemprov melakukan pendataan, pembinaan, pengembangan dan pengelolaan limbahnya.

“Saya berharap Pemprov DKI tidak sekedar merumuskan kebijakan yang terlihat pro rakyat kecil. Supaya kebijakan tidak bersifat reaksioner, tapi lebih substantif agar masalah dapat terselesaikan,” tandasnya. (DDJP/gie/oki)