Komisi E DPRD Provinsi DKI Jakarta meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) membenahi seluruh data penerima bantuan sosial pemerintah. Verifikasi mendetail perlu dilakukan lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) agar bantuan tepat sasaran.
Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Iman Satria mengatakan, hingga saat ini Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Dinas Sosial, data harta kekayaan di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) dan data kepemilikan kendaraan dari Samsat nyatanya belum tersinkronisasi.
Akibatnya, Komisi E DPRD DKI Jakarta banyak menerima aduan, lantaran warga yang seharusnya mendapatkan bantuan sosial pendidikan (KJP) mendadak dicabut kepesertaannya karena dianggap tercatat memiliki aset kendaraan dan dianggap tak lagi berdomisili di Jakarta. Hingga akhirnya terdampak cleansing (pembersihan) data yang dilakukan Dinas Sosial.
“Niat kita baik, cleansing data agar tepat sasaran. Karena memang kita tidak bisa memberikan bantuan kepada semua pihak. Tapi jangan seperti KJP, data Bapenda dan Samsat nyata berbeda,” ujar Iman dalam pembahasan P2APBD tahun 2022 di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (26/7).
Hal senada juga diungkap anggota Komisi E Idris Ahmad. Ia menyayangkan data yang dipakai Bapenda untuk mengetahui kepemilikan kendaraan ternyata tidak sinkron dengan data Samsat. Warga yang telah memblokir kepemilikan atas kendaraan di Samsat ternyata tidak tercatat di Bapenda. Padahal, itu menjadi data utama untuk menyaring kelayakan penerima bantuan KJP.
“Ada sekitar 18 ribu anak yang terverifikasi tidak dapat lagi KJP, karena diduga punya kendaraan bermotor atau mobil. Tapi faktanya, data Bapenda tidak sinkron dengan datanya Samsat. Warga sudah koreksi ke Samsat, sudah memblokir di Samsat, tapi di Bapenda tidak terkoreksi (kepemilikan kendaraan),” terangnya.
Idris meminta Dinas Sosial DKI menggandeng Bapenda DKI dan Samsat wilayah untuk berkoordinasi serta mencari jalan keluar agar data-data tersebut bisa saling terintegrasi. Sehingga bantuan KJP bisa tepat sasaran sesuai harapan awal.
“Tolong dicatat, diundang rapat segera, karena warga yang sebenarnya tidak memiliki kendaraan dan akhirnya tidak dapat KJP di tahap pertama bisa segera dieksekusi di tahap kedua. Jangan sampai tahun depan, karena mereka menunggu. Itu korban dari sistem kita yang salah, bukan mereka yang salah, karena kita tidak ada update antara data Samsat dangan Bapenda,” tuturnya.
Di lokasi yang sama, Kepala Dinas Sosial DKI Premi Lasari menjelaskan, pihaknya telah berupaya untuk menerapkan program cleansing data secara baik dan akurat dengan cara melakukan pendataan langsung ke lapangan. Sebab ia menerangkan bahwa sebelumnya penerima KJP tidak harus terintegrasi dengan DTKS.
“Ternyata banyak sekali hampir 110.000 dari penerima KJP itu tidak terdaftar di DTKS, inilah yang saat ini sedang kami lakukan pendataan dari 110.000. Itu kami cek kelapangan,” ucapnya.
Salah satu upayanya Dinsos yakni menggandeng Dasawisma di RT dan RW untuk melakukan verifikasi data di lapangan, serta mencocokan data dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) demi memastikan apakah masyarakat calon penerima KJP berdomisili di Jakarta atau hanya menumpang di Kartu Keluarga milik kerabat.
“Karena setelah kami lakukan pengecekan ke lapangan banyak yang tinggalnya tidak di Jakarta tapi numpang KTP-nya di Jakarta, sedangkan banyak sekali Warga Jakarta sebenarnya butuh. Inilah yang saat ini sedang kami lakukan. Sebab menurut data Dukcapil, 20.000 ternyata memang sudah tidak ada di Jakarta,” tandasnya. (DDJP/gie)