Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) melakukan inventarisasi alias pencatatan aset secara terbuka.
Inventarisasi aset menjadi salah satu catatan yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan hasil pemeriksaannya terhadap laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) DKI Jakarta tahun 2018. Meski demikian, BPK tetap kembali menganugerahi DKI opini wajar tanpa pengecualian (WTP) penggunaan anggaran.
“Jadi memang soal inventarisasi aset itu tidak bisa sekaligus. Tapi dalam prosesnya saya minta dilakukan secara terbuka, agar dapat dipantau dan berubah ke arah lebih baik lagi,” ujar Mohamad Taufik, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Kamis (16/5).
Selain masih lemah dalam menginventarisasi aset, BPK juga mengkritisi masalah aset fasilitas sosial dan umum (fasos dan fasum) berupa tanah yang telah diserahkan kepada Pemprov DKI namun masih dimanfaatkan oleh pengembang. Lalu, terdapat bangunan fasos dan fasum yang sudah selesai dibangun dan dimanfaatkan oleh pengembang, namun belum diserahkan kepada Pemprov DKI.
Serta adanya dana Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Mahasiswa Unggul (KMU) masih berada di rekening penampungan (escrow) dan belum dimanfaatkan oleh penerima bantuan.
Tidak hanya itu, LHP BPK mengungkapkan temuan antara lain penyusunan anggaran pembangunan pada dua RSUD kurang memadai yang mengakibatkan jumlah pagu dan harga perkiraan sendiri (HPS) yang ditetapkan melebihi kebutuhan.
Juga masih terdapat kekurangan volume, ketidaksesuaian spesifikasi teknis pekerjaan dan ketidakpatuhan dalam proses pengadaan belanja barang/jasa dan belanja modal. Serta keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang belum atau kurang dikenakan denda keterlambatan pada beberapa SKPD. (DDJP/nad/oki)