Suryana, sopir angkutan kota (Angkot) Jurusan Pasar Rebo-Terminal Kampung Melayu nyap-nyap.
Pasalnya hari itu, Suryana dapat muatan enam orang yang nota bene adalah teman-teman sekelasnya waktu duduk dibangku SMA.
“Pan sudah lama kita tidak ketemu. Anggap saja ini reuni,” Sudar yang dulu terkenal paling bangor nyeletuk.
“Sekali-kali nebeng, boleh kan?. Namanya juga sahabat lama. Kan dulu kita senasib sepenanggungan. Ingat nggak waktu kena strap gara-gara saling nyontek saat ulangan?” kata Gomin sambil cengengesan.
Mendegar ocehan teman-temannya itu, bikin empet Suryana. Memang sih, apa yang mereka katakan itu benar adanya.
Tetapi, itu kan masa lalu. Ini kan bukan kendaraan pribadi. Bahkan, Suryana harus setoran kepada pemiliknya.
Sesampainya di Taman Viaduct, Jatinegara, mereka turun semuanya dan tidak seorang pun yang mau membayar.
“Lho, kok kagak ada yang bayar,” tegor Suryana.
“Ya…… Sekali-kali nebeng boleh dong?” kata mereka, kompakan.
“Nebeng? Emang bensin gratis!. Lu kira angkot ini jet pribadi? Anak bini gua makan apa kalau kalian pada nggak bayar..!!!” kata Suryana, sewot. (stw/df)