Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) terus berinovasi dalam menghidupkan Pelestarian Budaya Betawi (PBB) di ruang publik.
Sebagai putra Betawi, Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta Misan Samsuri mengatakan, sadar atau tidak eksistensi Budaya Betawi saat ini semakin tergerus globalisasi serta persebaran multi kultural yang terjadi di Ibukota. Menurutnya, hal tersebut perlu diantisipasi sejak dini supaya nilai kebudayaan Betawi yang ditanamkan leluhur dapat terjaga secara berkesinambungan.
“Jakarta ini dengan berbagai macam budaya, sebagai Ibukota itu jangan sampai juga hilang yang namanya Budaya Betawi dan kearifan lokal Betawi. Karena identitas suatu daerah, identitas suatu banga adalah budayanya, inilah yang menurut saya penting,” katanya di Gedung DPRD DKI, Kamis (17/10).
Misan menilai, kegiatan Pelestarian Budaya Betawi (PBB) tak hanya dilaksanakan sebagai kegiatan seremonial saja, namun bisa disebarkan melalui institusi pendidikan dasar dan menengah. Seperti, melibatkan materi muatan lokal (mulok) berkebudayaan Betawi sehingga merangsang minat dan bakat peserta didik sebagai bahan edukasi pelestarian budaya yang positif.
“Jadi perlu juga dialog-dialog soal budaya Betawi maupun kesenian-kesenian nya untuk diterapkan di sekolah-sekolah, supaya anak cucu kita tahu budaya Betawi itu apa. Kalau perlu dalam bentuk pelajaran khusus seni dan budaya Betawi di sekolah-sekolah Jakarta,” terangnya.
Dengan demikian, Misan Samsuri mendorong Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) hingga Dinas Pendidikan bisa melihat hal tersebut sebagai peluang yang menjanjikan sebagai bentuk partisipasi yang efektif.
“Karena di era media online yang sudah tidak ada batasnya lagi, kemajuan teknologi itu seakan hilang. Kedepan, pemberian kurikulum pendidikan budaya Betawi ini harus ada supaya tidak kehilangan obor nih anak cucu kita. Saya pikir ini yang harus kita angkat kedepan dalam jangka panjang dan ini merupakan sebuah garis perjuangan yang harus saya bawa kedepan,” ungkap Misan.
Kebudayaan Betawi merupakan bagian dari budaya nasional dan merupakan aset bangsa, maka keberadaannya perlu dijaga, diberdayakan, dibina, dilestarikan dan dikembangkan, sehingga berperan dalam upaya menciptakan masyarakat yang memiliki jati diri, berakhlak mulia, berperadaban dan mempertinggi pemahaman terhadap nilai-nilai luhur budaya bangsa berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Provinsi DKI Jakarta bersama DPRD telah menelurkan Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi. Produk hukum daerah tersebut menunjukan komitmen untuk menjaga, mengembangkan dan melestarikan kebudayaan Betawi.
Perda itu juga menegaskan kewajiban setiap instansi pemerintah dan swasta untuk turut melestasikan budaya Betawi, sehingga hal itu disebut sebagai Rencana Aksi Daerah (RAD). Dalam beleid pasal 31 disebutkan, bahwa gedung yang telah ada dan yang akan dibangun milik pemerintah daerah diwajibkan pemakaian ornamen khas budaya Betawi pada bangunan publik. Kemudian, menempatkan ornamen khas Budaya Betawi pada dinding gapura/tugu yang berfungsi sebagai batas wilayah kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten.
Selanjutnya di Pasal 34, penyelenggara tempat hiburan, hotel, restoran, biro perjalanan wajib menyediakan, memberikan souvenir Betawi kepada pengunjung. Kemudian, pada minggu keempat setiap bulan, HUT Jakarta dan Lebaran Betawi wajib menampilkan kesenian Betawi serta menghidangkan khas Betawi.
Kemudian, aturan tersebut kembali diperkuat Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 229 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pelestarian Kebudayaan Betawi lebih ditegaskan pada sanksi bagi masyarakat atau pelaku usaha yang tidak menjalankan pelestarian Budaya Betawi.
Dimana, dalam beleid pasal 75 disebutkan sanksi administratif kepada pengelola hotel dan destinasi pariwisata lainnya yang dengan sengaja tidak melakukan pagelaran kesenian Betawi secara berjadwal.
Sanksi Administratif itu berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan sementara, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan izin/tanda daftar, dan denda administratif.
Sedangkan, mekanisme penyematan ikon Budaya Betawi mengacu Peraturan Gubernur DKI No 11 tahun 2017 tentang Ikon Budaya Betawi, yakni ondel-ondel, kembang kelapa, ornamen gigi balang, baju sadariah, kebaya kerancang, batik betawi, kerak telor, dan bir pletok.
Ikon Budaya Betawi itu juga wajib dilestarikan di masyarakat, pemerintah daerah, dan swasta, untuk menumbuhkan rasa ikut memiliki dan menanamkan kebanggaan terhadap budaya Betawi, serta sebagai sarana promosi kepariwisataan dan mendorong perkembangan industri kreatif berbasis budaya. (DDJP/alw/oki)