Langkah pertama yang terpenting adalah mengakui apa tidak diketahui tahu. Kebanyakan orang, takut kelihatan bodoh.
Sehingga lupa bagaimana mengekspresikan ungkapan ‘Saya tidak tahu!’. Padahal, itu adalah dasar untuk belajar dan menemukan solusi baru, ‘It is also beth verry arrogat and ignorant to think that we know everything about anything’.
“Istilah ‘ultra crepidarianism’ merujuk pada kebiasaan memberikan pendapat dan saran tentang hal-hal di luar pengetahuan atau kemampuan kita. Setiap kali kita melakukan ini, kita sebenarnya sedang melindungi reputasi sendiri daripada berkontribusi untuk kebaikan bersama,” urai Jajang, dosen Fakultas Psikologi kepada mahasiswanya.
Untuk mengubah kebiasaan berpikir, tambah Jajang, perlu berlatih mengolah formula pertanyaan yang biasa diajukan.
Pertanyaan yang berbeda bisa membuka perspektif baru yang belum pernah dipikirkan sebelumnya.
“Mau tanya Pak Dosen. Kenapa akhir-akhir ini omzet penjualan saya menurun?” tanya seorang mahasiswa yang mulai buka usaha kecil-kecilan.
“Daripada bertanya kenapa penjualan menurun, lebih baik menanyakan apa yang sebenarnya diinginkan pelanggan dan tidak kita berikan. Alih-alih mengajukan pertanyaan besar yang membawa pada jawaban yang terlalu kompleks, kita juga bisa memecah pertanyaan tersebut ke dalam pertanyaan-pertanyaan kecil yang menuntun pada jawaban yang tepat. Musuh yang sering tidak disadari dalam berpikir adalah prasangka,” urai Jajang.
“Makudnya, Pak Dosen?” tanya mahasiswa serempak.
“Ya. Prasangka membuat kita mengesampingkan sejumlah besar kemungkinan solusi hanya karena hal tersebut tampaknya tidak mungkin. Kita harus waspada terhadap jawaban yang terlalu jelas maupun dogma-dogma yang cenderung melekat,” jawab Jajang.
“Perlu penjelasan lebih mendalam Pak Dosen,” kembali para mahasiswa berkata serempak.
“Kita perlu membangun rasa ingin tahu seperti anak kecil tanpa dibebani dengan apa yang kita rasa sudah kita ketahui. Ingatlah, seorang anak kecil yang akhirnya menujukan baju baru kaisar sebenarnya bukan pakaian sama sekali. Seperti kata Daniel Kahnemann, ‘We can be blind to the obvious and we cand also blind to our blindness’. Banyak orang melihat dunia dari sisi sukses dan gagal. Padahal, melalui kegagalan, kita justru mendapatkan aneka pelajaran yang mungkin tidak terbayangkan oleh kita sebelumnya,” ungkap Jajang.
“Ngomong-ngomong asyik juga ya?” bisik-bisik para mahasiswa.
Hanya karena sesuatu hal tidak berjalan seperti yang diharapkan, tambah sang dosen, tidak berarti bahwa semuanya sia-sia belaka.
Kegagalan terjadi ketika sibuk menyalahkan diri sendiri, orang lain, maupun situasi. Sehingga lupa untuk menarik pelajaran dari proses yang belum membawa pada hasil yang diinginkan itu.
“Oleh karena itu, umpan balik adalah hal yang sangat berharga untuk didapatkan. Melalui evaluasi menyeluruh terhadap hasil kerja kita, barulah kita dapat mengetahui apa yang perlu diperbaiki. Pada zaman dengan segala kecanggihan kecerdasan buatan (artificial Intelligence/AI), kita justru harus semakin aktif berpikir dengan cara-cara yang tidak biasa karena otak lebih canggih dari mesin yang sudah terprogram,” papar sang dosen.
“Camkan tuh nasihat Pak Psikolog. Pikirkan secara matang dan cari solusi terbaik agar Mince tidak berpaling pada cowok lain,” kata Nugroho pada Dirman.
“Oooh…..pasti. Cara berpikir aku kan berbeda dengan cara berpikir kamu, playboy kampungan,” serang Dirman.
“Mak dirodog lu!” tutur Nugroho sewot. (stw)