Komisi C DPRD Provinsi DKI Jakarta menyoroti lemahnya realisasi penerimaan daerah yang dicatatkan sebesar Rp34,55 triliun dari target penerimaan Rp37,21 triliun atau 92,84% di sepanjang 2021 dalam rapat evaluasi penerimaan daerah tahun 2021 bersama Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Rabu (12/1).
Wakil Ketua Komisi C DRPD DKI Rasyidi HY menjelaskan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan lesunya realisasi target, antara lain Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang hanya tercapai Rp8,63 triliun dari Rp8,8 triliun atau 98,12%, Pajak Bumi Bangunan Pedesaan Kota (PBB-P2) Rp8,48 triliun dari Rp10,25 triliun atau 82,79%, dan serta Bea Perolehan Hak Tanah atas Bangunan (BPHTB) Rp5,45 triliun dari target Rp6,92 triliun atau 78,84%.
“Sehingga itu yang menyebabkan ketidaktercapaian ada 3 dari 13 unsur pajak. Padahal sasaran kita itu Rp37,21 triliun tapi hanya tercapai Rp34,5 triliun,” kata Rasyidi di Gedung DPRD DKI.
Karena itu, Komisi C mendorong Bapenda DKI agar menjadikan penurunan ketiga sektor penerimaan daerah di sepanjang 2021 catatan penting dalam pengambilan kebijakan optimalisasi potensi penerimaan daerah di tahun ini.
“Karena yang lain sudah tercapai, tiga penerimaan ini di tahun 2022 ini harus sama-sama bergerak. Mulai dari Provinsi hingga ke suban (Suku Badan) termasuk Samsat,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta Lusiana Herawati menyatakan bahwa pihaknya mulai akan memberlakukan upaya penagihan penerimaan daerah dengan sistem Open Payment. Salah satunya, terhadap mekanisme pembayaran PBB-P2 yang dapat diatur secara fleksibel oleh Wajib Pajak (WP).
“Jadi mereka (WP) bisa mengisi kesanggupannya atau komitmennya melakukan cicilan, sehingga kita bisa memprediksi bulan Maret akan terima uang berapa, April berapa dengan jatuh tempo. Itu bisa kita lebih mudah lagi dalam menghitung cashflow kita,” ungkap Lusiana. (DDJP/alw)