Bangkitkan Memori lewat Dokumentasi

September 19, 2024 10:07 am

Berswafoto hingga membuat cacatan kecil bagi sebagian orang menjadi suatu kegiatan yang mengasyikkan. Bahkan ada yang melakukannya secara rutin.

Disadari atau tidak, kegiatan seperti itu punya manfaat besar. Baik untuk kehidupan pribadi, keluarga, atau mungkin memiliki pengaruh positif bagi lingkungan sekitar.

Apalagi di era digital, keberadaan ponsel atau smartphone yang dilengkapi fitur kamera dan aplikasi yang bisa membuat catatan atau tulisan dari berbagai aktivitas.

Teknologi makin memudahkan si pemilik untuk mengabadikan sesuatu. Kemajuan dari teknologi itu digunakan juga oleh masyarakat untuk mengikuti tren berburu spot-spot menarik.

Hasil dari berswafoto hingga membuat cacatan atau tulisan itu, tentunya bisa menjadi sebuah dokumentasi. Meskipun, manfaat yang dirasakan tidak harus saat itu pula.

Mungkin suatu hari dalam satu tahun, atau 10 tahun mendatang bisa merasakan manfaat mendokumentasikan kegiatan.

Bahkan di masa mendatang, manfaat dokumentasi justru bisa memudahkan seseorang, keluarga, atau siapapun yang membutuhkannya.

Masih teringat pada masa sebelum tahun 2000. Hampir sebagian besar masyarakat di Indonesia, umumnya menyimpan foto-foto pada sebuah album.

Di balik lembaran setiap foto, biasanya ditemukan sebuah catatan atau tulisan terkait foto dari momentum tertentu. Biasanya, tertera tanggal, lokasi, hingga keterangan foto.

Ketika ada yang bertanya tentang foto tersebut, mudah bagi si pemilik memberikan jawaban secara jelas.

Sebab, proses dokumentasi telah dilalui, meski masih menggunakan cara yang sederhana.

Terbukti, si pemilik foto tak perlu bersusah payah mengingat kembali dari sebuah gambar yang menjadi kenangan di masa lalu.

Bahkan, dokumentasi itu juga akan membuka ingatan yang terlupa hanya dari latar belakangnya.

Tidak hanya itu, kemajuan teknologi pun mendukung kalangan tertentu yang gemar mendokumentasikan kehidupan pribadi. Seperti membuat catatan atau tulisan dengan menggunakan aplikasi website.

Setidaknya, tulisan itu akan menjadi sumber informasi bagi keluarga dan kerabatnya tentang diri pribadi hingga buah pikir si penulis.

Demikian pentingnya mendokumentasikan sesuatu karena boleh jadi akan menjadi bagian yang sangat diperlukan di masa mendatang.

Kegiatan berdokumentasi juga menjadi bagian dari aspek kehidupan masyarakat Indonesia dalam proses legalisasi yang bersifat administrasi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dokumentasi mengandung makna pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dalam bidang pengetahuan.

Terdapat pula definisi sebagai pemberian atau pengumpulan bukti dan keterangan (seperti gambar, kutipan, guntingan koran, dan bahan referensi lain).

Seperti proses dokumentasi yang dilakukan Wildan Yatim, sastrawan dan pengarang yang lahir pada 11 Juli 1933 di Padang Sidempuan, Sumatera Utara, era Kolonial Belanda.

Ia pernah menulis tentang pentingnya mendokumentasi kehidupan pengarang. Tulisan itu tertuang di Koran Pikiran Rakyat, Bandung, Rabu, 17 Februari 1983, halaman 7.

Tulisan itu berjudul Dokumentasi Kehidupan Pengarang. Sejumlah nama pengarang di Indonesia disebut dalam tulisannya, di antaranya Chairil Anwar, HB Jasin, dan Aoh K. Hadimadja.

Termasuk mengungkap nama pengarang asal Inggris, seperti Charles Dickens dan W. Somerset Maugham.

Wildan yang juga seorang pengajar dan ahli biologi juga menuliskan bahwa banyak hal-hal sisi lain kehidupan pengarang yang perlu diketahui untuk memperkaya sejarah dan kesusastraan negara.

Menurut dia, kebanyakan orang hanya mengetahui pengarang dan sastrawan sekadar dari karyanya. Jarang yang mengetahui bagaimana sisi kehidupan sehari-harinya.

Melalui buku-buku biograsi, catatan harian, dan sebagainya, kata Wildan, akan bisa menyelami tentang kehidupan pengarang, sekaligus buah ciptaannya.

Biar bagaimana pun, buah karya merupakan cerminan kehidupan sehari-hari para pengarang.

Seperti dikatakan Pamusuk Eneste dalam buku yang disuntingnya “Proses Kreatif” (Gramedia, 1982), mengenal latar belakang kehidupan pribadi pengarang, penting untuk mendalami hasil karyanya.

Sebelum karya sampai kepada pembaca, ia melewati dulu suatu proses yang panjang.

Mulai dari dorongan pertama untuk menulis, pengendapan ide atau ilham, penggarapan, sampai akhirnya tercipta suatu karya yang utuh dan siap disajikan ke publik.

Upaya mendokumentasikan tentang sosok sastrawan dan pangarang juga dilakukan Oyon Sofyan dari Redaksi Mutiara pada penerbitan Rabu, 16-29 Maret 1983, halaman 35.

Dalam sebuah tulisan, Oyon mengungkapkan pula tentang sisi kehidupan sehari-hari HB Jasin.

Oyon menceritakan, telah mendengar nama HB Jasin sejak duduk di bangku SMP. Ketika menulis artikel tersebut, ia sudah mengetahui sosok HB Jasin sebagai kritikus sastra.

“Orangnya pendek gemuk, kepalanya bulat dan wajahnya seram. Tetapi hatinya halus. Pembicaraannya lembut. Ia tak pernah marah kepada karyawannya. Saya salah seorang di antaranya”.

Ia mengungkapkan, salah satu kesukaan HB Jasin ia berjalan kaki. Jalannya cepat. Meski HB Jasin punya Mobil Honda Civic berwarna merah.

Padahal saat itu, HB Jasin masih menjadi dosen luar biasa di Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Selain itu, HB Jasin menjadi ketua Yayasan Pusat Dokumentasi Sastra di Taman Ismail Marzuki (TIM). “Kadang ia (HB Jasin) bekerja sampai pukul enam sore”.

Menurut Oyon, satu hal menarik dari HB Jasin yakni selalu menghadapi hidup dengan hati dan sikap yang tenang.

Walau harus berhadapan dengan persoalan di keluarga maupun yayasan yang dipimpinnya. Bahkan, harus diselesaikan dengan cepat.

“Falsafah hidupnya berbunyi, segala sesuatu diusahakan sampai maksimal, sebatas kemampuan yang ada. Kalau ini sudah dilakukan dan persoalan tak dapat selesai, ia (HB Jasin) menerima dengan kelapangan dada. Tidak menyesal, karena telah berbuat sebaik-baiknya”.

Ketika terdapat tamu yang ingin mewawancarai perihal sastra, HB Jasin akan menyambut dengan menunjukkan wajah berseri. Langsung dipersilakan duduk. Tamunya selalu banyak.

Ada pula kalangan pelajar SMA yang ingin mengetahui tata cara membuat karangan dengan baik. Dihadapinya dengan selingan senda gurau, sesuai sifat anak-anak muda.

Seringkali Oyon juga merasa heran dengan HB Jasin yang tetap kuat membaca buku hingga berjam-jam.

Walaupun sudah di usia senja,membeli dan membaca buku terbaru sudah ‘mendarah daging’ bagi HB Jasin.

Tak hanya itu, Oyon pernah mendengar langsung dari perngarang bernama Pramoedya Ananta Toer tentang sosok HB Jasin.

“Pak Jasin inilah orang yang telah banyak jasanya kepada para sastrawan Indonesia. Banyak asuhannya telah jadi orang. Kalau mereka telah berhasil, mereka meninggalkannya”.

Dari beberapa dokumentasi di atas, dapat pula diambil kesimpulan bahwa setiap orang juga bisa melakukan hal tersebut.

Bisa saja dimulai dari kegiatan bersama keluarga, kerabat, teman-teman, dan orang-orang di sekitar.

Kegiatan mendokumentasikan tentang pribadi hingga orang-orang terpenting yang terlibat dalam kehidupan sehari-hari juga bisa dilakukan tanpa harus menunggu momentum formal.

Anggap saja, setiap waktu dan tempat merupakan hal terpenting dalam hidup. Sehingga kita tak perlu berpikir keras untuk mengingat sesuatu di masa lampau.

Tentunya saja, kegiatan dokumentasi akan memudahkan orang untuk mengetahui hal lain yang belum diketahui. (DDJP/df)