Bajaj, Jelajah Perkembangan Transportasi di Jakarta

August 14, 2024 1:02 pm

Transportasi merupakan cara memindahkan manusia atau barang dengan menggunakan wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Bahkan pada zaman sebelum penggunaan mesin, transportasi juga menggunakan hewan.

Para ahli sepakat bahwa transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam beraktivitas sehari-hari. Sesuai perkembangan zaman, transportasi menjadi alat yang semakin dibutuhkan.

Bentuk alat transportasi terus mengalami perkembangan. Semakin canggih. Sebab, manusianya pun semakin canggih memikirkan dan menciptakan alat transportasi yang dianggap paling efektif dan efisien.

Seperti di Kota Jakarta, banyak menyimpan sejarah panjang perkembangan alat transportasi. Masyarakat di kota yang kini dikenal semakin modern ini, berbagai transportasi canggih yang menghubungkan pusat kota dengan wilayah aglomerasi sudah ada. Seperti MRT, LRT, Commuter Line, hingga TransJakarta.

Namun sebelum semua transportasi itu ada, berbagai bentuk transportasi telah dirasakan juga oleh masyarakat dari masa-masa sebelumnya. Seperti Delman, Becak, Trem, Taksi, Oplet, Bemo, dan Bajaj.

Pada 1975, Bajaj merupakan salah satu angkutan umum jenis IV yang resmi di Jakarta. Keberadaannya melengkapi angkutan jenis I-III, yakni kereta api, bus kota, dan taksi.

Berdasarkan surat keputusan itu, keberadaan minicar, helicak, dan mebea dinilai belum mampu menggantikan becak. Pada perkembangannya,ketimbang kendaraan jenis IV lain, bajaj bertahan karena unggul dari sisi ekonomi.

Saat ini, Bajaj salah satu jenis angkutan umum klasik yang ikut berkembang, meski jumlahnya tidak lagi banyak. Kini bajaj pun bukan hanya yang beroda 3, melainkan ada pula yang roda 4.

Bajaj masih tetap eksis hingga sekarang. Kendaraan yang diimpor dari India dan mulai masuk Jakarta pada tahun 1975 itu telah memiliki onderdil di dalam negeri, yakni diproduksi di Tegal, Jawa Tengah.

Desain Bajaj mungil dan unik. Di balik itu ternyata secara teknis kendaraan roda tiga ini memakai struktur dari Vespa yang kemudian dimodifikasi.

Bahan bodinya 60 persen terbuat dari metal drum dan 40 persen terpal untuk bagian atap. Berukuran kecil membuat Bajaj mudah dalam melewati kemacetan di Jakarta.

Performanya pun cukup mendukung, dengan kecepatan maksimal hingga 70 km/jam. Terkait transaksi, Bajaj tak jauh berbeda dengan ojek konvensional. Sopir dan penumpang tawar-menawar ongkos perjalanan.

Biasanya hal itu tergantung jarak tempuh, berat barang bawaan, hingga kepadatan lalu lintas yang terjadi. Bajaj sudah sangat lama menjadi transportasi di Jakarta.

Karena termakan usia dan zaman, sejak tahun 2000-an, Pemprov DKI menggantinya dengan kendaraan sejenis bernama Kancil yang merupakan produksi PT Dirgantara Indonesia.

Meski demikian, Kancil tak bisa menggantikan bajaj. Keduanya beroperasi secara bersamaan. (DDJP/df)