Akan banyak pengusaha trailer pindah domisili ke Bogor, Tangerang, Bekasi (Botabek) tapi tetap beroperasi di DKI, atau pengusaha angkutan peti kemas hanya bisa dijalankan oleh pengusaha besar saja.
Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta menerima Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) DKI Jakarta kemarin, Rabu (17/2) di ruang rapat Komisi B. APTRINDO merasa keberatan sehubungan dengan surat yang dikeluarkan Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) Nomor: 3460/-.1.818.1 tentang Pemberian Izin Perpanjangan Kartu Izin Usaha, Kartu Izin Operasi dan Kartu Pengawasan Terhadap Angkutan Umum.
Surat yang dikeluarkan pada tanggal 14 Desember 2015 itu adalah perintah kepada Kepala Kantor PTSP 5 Wilayah Kota Administrasi untuk melaksanakan amanat Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi. Dalam Pasal 51 ayat (2) huruf (e) menyebutkan masa pakai kendaraan jenis mobil barang paling lama 10 tahun. Mereka meminta untuk ditinjau kembali dan agar DPRD merevisi Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi tersebut.
Ketua APTRINDO DKI Jakarta Gumilang Tarigan mengatakan, surat yang dikeluarkan oleh BPTSP dipaksakan dan akan berdampak ke sektor lainnya.
“Akan banyak pengusaha trailer pindah domisili ke Bogor, Tangerang, Bekasi (Botabek) tapi tetap beroperasi di DKI, atau pengusaha angkutan peti kemas hanya bisa dijalankan oleh pengusaha besar saja,” jelas Gumilang Tarigan.
Dampaknya para pengusaha kecil akan gulung tikar, karena return of investment dalam usaha trailer memerlukan waktu 8-10 tahun. Dampak paling buruk adalah distribusi logistik akan terganggu kata Gumilang Tarigan.
“Akan ada sekitar 9.455 unit angkutan peti kemas di Jakarta tidak bisa lagi operasi karena sudah berusia lebih 10 tahun,” tambah Gumilang Tarigan.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengatakan, bahwa apa yang diusulkan APTRINDO segera ditindak lanjuti dalam rapat Dewan. Namun Dewan juga minta agar APTRINDO melakukan pembinaan terhadap sopir yang tidak disiplin.
“Segera kami tindak lanjuti dalam rapat. Tapi kita juga minta agar APTRINDO melakukan pembinaan terhadap sopir tidak disiplin, karena selain dapat menimbulkan kemacetan juga rawan kecelakaan,” kata Prasetio Edi Marsudi.
Sedangkan Wakil Ketua Mohamad Taufik menanyakan alasan mereka keberatan dengan dikeluarkannya surat BPTSP yang berlandaskan dari Perda Nomor 5 Tahun 2014 Pasal 51 ayat (2) huruf (e) tersebut.
“Apa yang dijadikan alasan APTRINDO meminta kami untuk merevisi perda tersebut, berkaitan dengan surat yang dikeluarkan BPTSP,” kata Mohamad Taufik.
Gumilang Tarigan menjelaskan bahwa pengusaha sulit mengikuti perda tersebut, karena untuk meremajakan 9.455 unit truk perlu dana Rp. 7 triliun lebih atau 9.455 unit x harga head truck Rp. 749 juta/unit. “Jadi cukup sulit bagi kami untuk mengikuti aturan tersebut,” kata Gumilang Tarigan.
Hadir dalam audiensi tersebut Ketua Komisi B Ahmad Zairofi serta para anggota Komisi B lainnya. (red/wa)