Anggota DPRD DKI Jakarta Bambang Kusumanto meminta Pemprov menyisir setiap pos anggaran yang berpotensi menyumbang beban belanja daerah terlalu besar. Namun, tidak berdampak langsung ke masyarakat.
Hal itu diungkapkan karena terdapat potensi defisit Rancangan plafon APBD 2026 DKI Jakarta sebesar Rp2,2 triliun. Pemprov DKI diharapkan lebih cermat dan efisien dalam perencanaan anggaran.
“Harus jeli TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) menyisir atau menyerut masih banyak karena memang mungkin tidak efisien dan tidak memberikan manfaat besar langsung kepada masyarakat,” ujar Bambang, beberapa Waktu lalu.
Ia mencontohkan, belanja daerah dana hibah instansi atau lembaga di luar pemerintah. Alokasi anggaran itu dinilai kurang bermanfaat langsung ke masyarakat. Efisiensi anggaran itu bisa mengurangi beban belanja pada 2026.
“Contoh di komisi saya (Komisi A), ada belanja yang tumpang tindih, misalnya BPBD beli kapal. Padahal yang punya kapal banyak. Ada dinas ini, dinas ini, sebenarnya bisa diserut. Kemudian beli peralatan untuk mendeteksi gempa, alatnya mahal tapi kejadiannya sangat jarang sekali,” tutur dia.
Bambang menegaskan, Pemprov DKI Jakarta bisa mengacu pada Instruksi Presiden tentang Efisien Belanja Dalam Pelaksanaan APBD.
“Kemudian mengacu pada petunjuk pemerintah pusat. Ada 15 item efisiensi belanja. Misalnya belanja infrastruktur dan pembelian peralatan dan mesin,” terang dia.
Selain itu, Bambang mengkritisi rancangan plafon APBD 2026 DKI Jakarta yang telah disetujui naik menjadi Rp95,3 triliun.
“Saya cukup aktif mengamati perkembangan anggaran kita di Banggar (Badan Anggaran). Saya melihat ada sesuatu yang menurut saya sangat memprihatinkan,” ungkap dia, Rabu (13/8).
Awalnya, ucap Bambang, nilai APBD yang diajukan sebesar Rp94 triliun dengan potensi defisit sekitar Rp1,8 triliun.
Kemudian selama proses pembahasan berjalan, terjadi kenaikan nilai plafon APBD 2026 menjadi Rp95,3 Triliun dengan potensi defisit mencapai Rp2,2 triliun. “Ada potensi meningkatnya utang Pemprov DKI,” jelas Bambang.
Untuk menutupi potensi defisit itu, ungkap Bambang, muncul wacana Pemprov DKI Jakarta akan berutang melalui Bank Jakarta.
“Kalau ini kejadian betul, ini kurang pas. Kenapa mesti menaikan anggaran sementara memperbesar utang,” tutur dia.
Bambang berpendapat, Bank Jakarta merupakan bank pembangunan daerah yang dibentuk untuk membantu pembiayaan masyarakat, bukan memberikan pinjaman ke pemerintah.
“Kalau pemerintah sekarang utang ke bank maka kemampuan bank membantu masyarakatakan berkurang,” pungkas Bambang. (red)