Setiap tanggal 23 Juli 2024, kita memperingati Hari Anak Indonesia. Peringatan itu hendaknya menjadi momentum mengkampanyekan pemenuhan hak-hak anak Indonesia.
Utamanya menyangkut hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang sebagaimana termaktub dalam UUD 1945.
“Bicara tentang kebutuhan hidup anak sekarang, tentu berbeda dengan zaman kita dulu,” kata Lukman mengawali perbincangan.
“Ya, jelas berbedalah. Ada eranya dan ada masanya. Dulu, belum ada handphone. Sekarang, di era digital ini, gadget sepertinya sudah menjadi kebutuhan, bukan saja bagi remaja dan orang dewasa, juga anak-anak,” kata Salim.
“Anak dalam usia balita pun bahkan sudah mahir memainkan HP dan nonton Youtube,” Salamun ikut nimbrung.
“Karena itu, tak heran jika sering menjadi perbincangan para orang tua. Zaman kita dulu, mainannya gobak sodor, sluku-sluku bathok, main layang-layang atau main egrang. Anak sekarang mainannya HP,” ujar Samanhudi.
“Itu sih, seperti kalian. Diminta medampingi anak, malah asyik main HP sendiri,” kata Lukman.
“Bagi orang tua seperti kita, tidak bisa melarang. Karena itu kekebutuhan. Yang diperlukan adalah bagaimana mengarahkannya, agar penggunaan HP atau gadget itu tepat sasaran. Kemajuan teknologi membawa kemajuan. Bukan kemunduran,” kata Salim.
“Seharusnya, kita jangan hanya mahir menggunakan teknologi terkini. Tetapi memproduksi teknologi. Minimal dengan teknologi yang ada digunakan untuk reproduksi keunggulan. Itulah anak masa depan yang dibutuhkan di era digital,” kata Samanhudi.
“Lantas, bagaimana masa depan anak-anak rakyat kecil seperti anak-anak kita-kita ini?” kata Umar.
“Negara wajib hadir memenuhi hak-hak anak Indonesia. Memberikan perlindungan dalam upaya menyiapka generasi penerus yang cerdas dan berkualitas,” kata Lukman.
“Maunya sih begitu. Tetapi, sejak beberapa bulan kita kita di PHK hingga kini belum memperoleh pekerjaan, bagaimana caranya memberikan jaminan kepada anak-anak kita sebagai generasi cerdas dan berkualitas? Untuk makan sehari-hari saja terbatas,” kata Sali sambil garuk-garu kepala. (DDJP/stw)