Alih Fungsi Trotoar Disorot Legislator

August 26, 2025 1:29 pm

Kondisi trotoar yang nyaman dan aman menjadi ruang penting bagi warga Jakarta. Khususnya bagi pejalan kaki. Trotoar bermanfaat bagi masyarakat dalam menjalan aktivitas. 

Dapat digunakan bagi anak sekolah saat pergi dan pulang sekolah. Begitu pula para pekerja yang mencari jalur aman menuju halte.

Bahkan, trotoar yang layak dapat digunakan bagi para lanjut usia (Lansia) secara aman. Termasuk untuk olahraga pagi hari.

Di sisi lain, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengalihfungsikan trotoar di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, menjadi jalur kendaraan. 

Meskipun alih fungsi itu bertujuan sebagai upaya mengatasi masalah kemacetan lalu lintas. Namun justru menimbulkan kekhawatiran sejumlah kalangan.

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Ali Lubis menegaskan, trotoar tidak boleh kehilangan fungsi utama. Alih fungsi akan mengurangi fasilitas publik.

Tak hanya itu, berpotensi menimbulkan risiko bagi keselamatan masyarakat. “Trotoar adalah hak pejalan kaki,” ujar Ali, beberapa waktu lalu.

Politisi Partai Gerindra itu mengingatkan, keberadaan trotoar diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

Aturan tersebut menegaskan, trotoar adalah ruang khusus pejalan kaki. “Kebijakan mengalihfungsikan trotoar juga tidak sejalan dengan upaya menciptakan kota yang ramah pejalan kaki,” ungkap Ali.

Menurut dia, akar persoalan kemacetan di kawasan TB Simatupang bukan pada trotoar. Melainkan proyek galian yang belum tuntas.

Ali menilai, perlu penguatan koordinasi antarinstansi. Termasuk dengan kontraktor. Dengan demikian, setiap pekerjaan tidak menambah semrawut arus lalu lintas.

“Pemprov perlu memantau progres galian, menegur kontraktor yang bekerja lambat. Mengatur agar tidak ada beberapa proyek berlangsung bersamaan di satu ruas jalan,” tandas dia.

Ia berharap, pemerintah daerah mengambil langkah lebih bijak dalam mencari solusi kemacetan. Tanpa mengorbankan pejalan kaki.

“Trotoar itu milik warga. Mari dijaga bersama agar pejalan kaki tetap merasa aman dan nyaman,” tegas Ali.

Ciputri (31), warga Pondok Labu yang setiap hari melintasi kawasan TB Simatupang menuju tempat kerja di Kebayoran Baru menilai, pemangkasan trotoar bukan solusi.

Ia meminta pemerintah memberi sanksi kepada kontraktor proyek galian yang tidak kunjung selesai. Kondisi itu membuat pejalan kaki seperti dirinya harus mencari jalur alternatif.

“Saya sampai harus turun dari trotoar untuk menghindari galian dan lewat pinggir jalan. Itu membahayakan, bisa keserempet kendaraan,” tutur Ciputri. (all/df)